Kegalauan 11 September

Oleh: Dr. Muhammad Abbaas
Sumber: Dr. Muhammad Abbaas, Bukan… Tapi Perang terhadap Islam (diterjemahkan oleh Ibnu Bukhori), Solo: Wacana Ilmiah Press, Cet. I, April 2004

Dari mana aku akan memulai? Dan ke mana?

Sedangkan di sini aku melihat tubuh Islam yang terbungkus dan terikat… Manakah lukanya yang paling parah, manakah pendarahannya yang paling deras, manakah di antara semua itu yang paling mengerikan, agar aku bahas dulu, sebelum yang lain?

Pada mulanya, para pembaca budiman, sejak sekitar lima puluh tahun ini, hatiku sungguh terkoyak menyaksikan derita yang dialami umat manusia. Aku menangis menyaksikan kematian demi kematian, kezaliman demi kezaliman, dan kelaparan demi kelaparan yang terjadi akibat tindakan semena-mena para tiran. Dan pecahlah kemarahanku, ketika mengetahui bahwa semua tindak semena-mena itu bukan saja diakibatkan oleh sifat lalim para tirani, tapi karena sikap masa bodoh orang-orang yang dizalimi juga.

Kemudian, beberapa tahun berlalu, ketika itu aku menyadari bahwa memikul duka seluruh manusia merupakan hal yang di luar kemampuanku. Maka, aku mulai memfokuskan perhatian pada Dunia Islam. Namun, amat cepat air mata itu berubah menjadi darah yang mengalir deras, ketika melihat Dunia Islam dengan sukarela tunduk patuh kepada pihak-pihak yang bermaksud jahat dan menyakitinya. Aku belum tahu, akankah zaman terus bergulir, sampai suatu saat tiba masanya aku berada dalam posisi mereka yang kini kutangisi?

Bukan main kemarahanku terhadap negara-negara Islam itu, lantas aku fokuskan lagi perhatianku kepada Dunia Arab. Aku pun tercengang menyaksikan kefasikan kaum elit di Dunia Arab ini. Akhirnya, aku fokuskan lagi perhatianku kepada negaraku, sekonyong-konyong aku dikejutkan oleh orang-orang yang berbondong-bondong keluar dari agama Allah, sebagaimana dulu mereka memasukinya secara berbondong-bondong. Akhirnya, aku fokuskan perhatian kepada diriku sendiri.

Diriku, diriku, diriku!

Tapi, bagaimana mungkin aku bisa menyelamatkan diri pada Hari Hisab yang dahsyat kelak, ketika Tuhan bertanya: “Apa yang telah kau lakukan untuk bangsamu, negaramu, Dunia Arabmu, umat Islam, dan untuk manusia secara keseluruhan? Apa yang telah kau lakukan dengan status kekhalifahan yang telah Kusematkan pada dirimu selama di dunia?”

Perputaran telah sempurna…

Kembalilah keadaan seperti semula. Aku baru mulai memahami makna yang sesungguhnya, setelah aku menyadari bahwa Islam itulah negaraku. Hanya Islam, bukan garis-garis perbatasan yang dibuat oleh kaum Salibis di peta-peta geografi, agar kita bisa membagi-bagi negara kita, Islam, bahkan mencabik-cabiknya kecil-kecil.

Makna universal yang mencakup dan lengkap itu: “Siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan dari golongan mereka.”

*****

Kemudian, seberkas cahaya menerangiku. Akhirnya, aku sadar, mengapa selama ini kita selalu beralih dari satu kekalahan kepada kekalahan lain, dari satu bencana kepada bencana lain yang lebih parah, dari satu kehinaan kepada kehinaan lain yang lebih besar, dan dari satu kenistaan kepada kenistaan lain yang lebih banyak… sehingga menjadi umat yang keadaannya ibarat buih di atas aliran air. Sebab, dengan adanya manusia-manusia seperti mereka, mustahil keadaan kita akan membaik.

*****

Sungguh, bukan main terkejutnya aku, ketika mengetahui bahwa satu cara brilian—brilian menurut setan—yang telah dipraktekkan oleh Amerika Serikat dalam memerangi Afghanistan, bisa langsung diterapkan di seluruh ruas—aku tidak katakan di setiap negeri—Dunia Islam.

Satu kekuatan yang terdiri dari pesawat-pesawat B52 dan 15.000 bonekanya dari Aliansi Utara telah mengalahkan sebuah bangsa yang paling banyak berjihad dibandingkan bangsa-bangsa kita yang manapun.

Lima belas ribu?… Tapi, anggota-anggota Partai Aliansi Utara di setiap ruas Dunia Islam kita lebih banyak dari itu.

*****

…Duka demi duka datang bertubi-tubi, seakan-akan sahut-menyahut dengan duka-duka lain yang terjadi hampir berbarengan… Seakan-akan, sejarah kita hanya berisi luka menganga, seakan-akan semua luka adalah umat Islam dan semua umat Islam adalah luka.

Pembaca! Sementara aku hanya menemukan satu penghibur. Penghibur “kasar”, yang tidak mungkin muncul kecuali karena beratnya derita. Penghibur ini mengatakan bahwa ada beberapa terminal duka yang besar, yang berulang-ulang dilalui oleh generasi kita, kira-kira setiap lima tahun sekali. Dan orang seperti aku, yang usianya telah mendekati tujuh puluhan tahun, tidak akan hidup lebih lama, barangkali kematian akan menyelamatkannya dari menjumpai terminal duka yang akan datang.

Begitulah aku menghibur diri, tetapi aku belum merasa tenang sekalipun ada penghibur ini, karena tidak lama sesudah itu, telah terhimpun ancaman-ancaman kelam tentang terjadinya perang baru, yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Peperangan itu, kata mereka, akan berlangsung terus-menerus, setidaknya akan memakan waktu sepuluh tahun tetapi bisa jadi berlangsung hingga lima puluh tahun.

Akhirnya, aku mengerti, sadar, tahu, dan paham, kaget serta tersentak.

Ternyata, ini bukan perang terhadap Palestina, Irak, atau Afghanistan, Ini juga bukan perang terhadap Usamah bin Ladin atau terhadap Taliban. Tapi, ini perang terhadap Islam.

Itulah perang yang sekian lama kita diingatkan. Sekian lama para syaikh dan ulama kita mengingatkan kita, akan tetapi kelompok menyimpang yang pikirannya kebarat-baratan di negeri-negeri kita, kelompok pengkhianat, sejenis Aliansi Utara, melawan peringatan ini dengan peringatan pula, ditambah dengan kebohongan.

Inilah peperangan yang dilancarkan oleh “hamba-hamba setan” terhadap “hamba-hamba Ar-Rahman”.

Ya…

Ini perang terhadap Islam…

*****

Semula aku berkeinginan, meski sekadar pura-pura, untuk ikut andil dalam gelombang air mata buaya yang mengalir deras dari empat penjuru dunia, sebagai ungkapan duka cita atas korban harta dan nyawa di pihak Amerika.

Semula aku berkeinginan…

Meski dengan menahan malu, meski sebagai kurban yang kupersembahkan kepada “berhala” yang ingin agar seluruh dunia menyembah kepadaya selain kepada Allah; berhala yang berpindah dari puncak Gunung Olympus ke Gedung Putih; kurban yang dengan mempersembahkannya aku akan diberi kesempatan untuk mengatakan sebagian yang kuinginkan; kurban yang akan memberiku kesempatan untuk mengatakan: “Tetapi…”

Tetapi, utusan-utusan sang berhala telah mendatangi kita dengan membawa peringatan terhadap kata “Tetapi” ini.

Semula aku berkeinginan menambahnya dengan air mataku…

Tetapi, aku baru sadar bahwa cadangan air mataku telah kering sejak seratus tahun lalu dan telah tertutup untuk seratus tahun lagi.

Ya.

Semula aku berkeinginan ikut serta dalam gelombang air mata buaya dari empat penjuru dunia. Tetapi, aku sadar, bahwa kini aku berada di tengah badai bencana yang besar, huru-hara yang menimpa, peperangan-peperangan besar, dan malapetaka-malapetaka. Aku belum punya waktu untuk menangisi para pahlawan kita yang gugur sebagai syahid; air mata yang menjadi hak mereka itu menjadi utang dalam tanggunganku dan utang ini tidak bisa dilunasi dengan berlalunya waktu, aku wajib melunasinya di waktu lain, karena aku tidak mampu menunaikannya saat kejadiannya.

Semula aku berkeinginan untuk berpartisipasi… tetapi air mataku telah tergadai selama satu abad mendatang. Barangkali, sesudah itu baru akan datang saatnya menangisi lima ribu atau lima puluh ribu orang Amerika yang terbunuh.

Benarkah tadi aku katakan: Lima ribu? Benarkah tadi aku bilang: Lima puluh ribu? Alangkah sedikitnya angka itu. Ya, angka yang terlalu sedikit. Bukannya aku tidak mampu untuk menyumbangkan sekadar air mata buaya untuk itu, tetapi itu baru bisa kulakukan nanti setelah melunasi utang air mataku.

Utang kepada Palestina: 261.000 syahid, 186.000 luka-luka, 161.000 ditahan, serta dua juta yang mengungsi, yang kini telah berkembang menjadi lima juta pengungsi.

Utang kepada Lebanon: 90.000 syahid, 115.000 luka-luka, dan 96.270 ditahan.

Utang kepada Mesir: 39.000 syahid, 73.000 luka-luka, dan 61.000 ditahan.

Angka-angka berikutnya tidak akurat atau tidak bisa dikonfirmasi, akan tetapi kurang lebih ada 30.000 rakyat Suriah syahid dan 15.000 rakyat Yordania.

Antony Krudsman secara global menyatakan bahwa korban langsung pada Perang Arab-Israel—tanpa menghitung para syuhada Palestina—184.249 gugur, 74.533 dari kalangan militer sedangkan 109.516 dari kalangan sipil.

109.516 rakyat sipil yang gugur tidak dipedulikan sama sekali oleh “Dunia Beradab” dan tidak ada setetes pun air mata yang tertumpah.

Ya… semula aku berkeinginan untuk turut serta—meski sekadar pura-pura—untuk meneteskan air mata yang telah mengalir deras dari empat penjuru bumi, di mana masing-masing aliran air mata memiliki sebab, warna, dan rasa tersendiri… Ada yang berpartisipasi karena benar-benar merasa senasib sebagai “Tirani Dunia dan Sejarah”, yang tiba-tiba menyadari bahwa pimpinan mereka bisa diserang, bahwa orang Kristen dan berkulit putih pun bisa mengerang kesakitan… mengalirkan darah, dan mati… Jika Amerika dengan segala kekuatannya bisa diserang, maka bagaimana pula dengan mereka. Ada yang berbasa-basi, ia sama sekali tidak merasa berduka. Ada pula orang-orang pengemis yang ingin ikut menikmati keuntungan-keuntungan dari peperangan yang dikomando oleh Amerika ini.

Masing-masing arah memiliki sebab, warna, dan rasa tersendiri bagi air mata yang mengalir itu.

Kecuali di negeri kita, di mana mengalirnya air mata semata-mata sebagai usaha untuk menunjukkan loyalitas budak kepada Tuannya; warnanya sungguh memalukan… rasanya memilukan.

Persis… seperti orang yang tergopoh-gopoh pergi meninggalkan rumahnya yang hancur, tulang-belulang anak-anaknya, darah keluarganya yang tertumpah, dan hartanya yang dijarah, untuk menangis dan ikut serta menyumbangkan air mata. Tidak diragukan lagi, itu air mata buaya, yang dialirkan untuk meratapi luka yang sangat ringan di jari seseorang yang telah melakukan semua kejahatan terhadap dirinya, menghancurkan rumahnya, membunuh keluarganya, merampas tanahnya, dan menjarah hartanya.

Lelaki dayyuts ini tidak peduli ketika darah tidak kurang dari 400.000 orang sipil gugur (angka-angka di atas mengacu kepada peristiwa di awal 90-an), yang merupakan korban langsung serangan Israel dengan senjata Amerika.

Benarkah tadi aku mengatakan senjata?

Alangkah naifnya aku, aku telah tertipu oleh propaganda antek-anteknya…

Amerika adalah pembunuh utama, bahkan satu-satunya. Israel hanya ibarat batu loncatan atau picu senapan baginya. Atau lebih tepatnya, alat yang digunakan untuk menarik picu.

Ya… Amerikalah pembunuh utama… Bukan berarti aku menganggap bersih Israel, tetapi aku ingin meletakkan Israel pada posisinya yang sesungguhnya dalam konflik ini… sebagai sebuah basis militer modern bagi Barat dan pengangkut yang kokoh bagi pesawat-pesawat tempur Amerika, satu hal yang mematahkan teori-teori kita terdahulu mengenai pengaruh lobi Yahudi dalam pengambilan keputusan di Amerika atau mengenai ketergantungan Amerika kepada Israel untuk menjaga kepentingannya. Barat dan Israel sebenarnya sama saja, satu kesatuan tak terpisahkan. Satu wujud yang berupaya menipu kita mengenai hakikatnya, agar kita menggantungkan diri kita pada solusi Amerika. Agar kita beranggapan bahwa persoalan kita yang sesungguhnya adalah ketidakmampuan kita meyakinkan pendapat publik di Barat bahwa kita adalah pihak yang benar dalam sengketa ini, yang berarti apabila kelak kita mampu meyakinkan Barat bahwa kita merupakan pihak yang benar, Barat pasti segera memberikan hak kita itu dalam rangka mewujudkan keadilan. Itulah fokus perhatian kita—aku menyebutnya sebagai fokus perhatian yang kebablasan—bukan kelalaian, bukan kebodohan, bukan konspirasi jahat yang mesti menjadi fokus perhatian. Semua itu bertujuan memalingkan kita dari persoalan yang sesungguhnya, yaitu ketidakmampuan kita menghadapi Barat, dalam perang yang dikobarkannya serta teror yang dilancarkannya kepada kita sejak berabad-abad.

Sedih rasanya, karena kita selalu mengatakan itu sejak bertahun-tahun. Kita hanyalah pelanjut dari mereka yang mengatakannya sejak berabad-abad lalu. Padahal, keadaan sekarang lebih berat dan kritis daripada sekadar menyatakan bahwa kita ini benar, sedangkan orang lain salah. Bencana kita adalah bahwa itu sebenarnya sudah kita ketahui, bahkan sudah sangat jelas dan gamblang, akan tetapi ada saja orang yang mencemooh siapapun yang hendak mengungkap fakta itu. Ia akan mendapat makian, cemoohan, dan tuduhan, bahwa ketidakmampuan kita menghadapi dan menyikapi kenyataan adalah yang mendorong kita mengadopsi teori konspirasi.

Kita mengatakan itu sejak beberapa puluh tahun lalu, sedangkan para ustadz kita juga telah mengatakannya sejak beberapa abad. Kita sudah benar ketika mengaitkan semua peperangan yang dilancarkan oleh Barat terhadap kita, dengan agama. Memang, ada sebab-sebab lain, akan tetapi semua sebab-sebab itu tidak mungkin menjadi padu dan berhasil apabila tidak diikat dengan tiang pemikiran, yaitu Salib.

Amerika-lah penyebab langsung terbunuhnya jutaan Muslim selama beberapa dekade terakhir. Namun orang-orang dungu dan pengkhianat telah menjadikannya sebagai hakim yang suci nan adil dan pemimpin perdamaian.

Amerika yang telah membunuh ratusan ribu bangsa kita.

Angka-angka korban di pihak kita yang telah aku sebut—sebagai akibat langsung teror Amerika terhadap kita—sekalipun begitu besar, mungkin bisa berlipat ganda bila kita tambahkan dengan korban-korban berbagai malapetaka yang dikobarkan oleh Israel di dunia Arab.

Kemudian, kelipatan ini pun bisa berlipat-lipat lagi bila kita tambahkan dengan korban-korban Amerika dan sekutunya di dunia Arab dan Islam.

Satu juta setengah di Aljazair.

Dua juta di Irak.

Satu juta di Iran.

Satu juta di Indonesia.

Ratusan ribu di Khurasan, Pakistan, Bangladesh, Filipina, dan Somalia.

(Dr. Ayman Azh-Zhawahiri mengemukakan angka Delapan Setengah Juta korban kaum Muslimin akibat tekanan Barat dalam 20 tahun terakhir)

Kita belum berbicara tentang para tahanan yang dibunuh hidup-hidup…

Juga belum berbicara tentang para ibu yang kehilangan anaknya, wanita-wanita yang kehilangan suami, dan jutaan anak yatim.

Andaikata kita anggap mereka bisa berhasil mengubah manusia menjadi binatang dan dunia menjadi hutan rimba, maka pihak yang kuat pasti akan membunuh yang lemah, sehingga di dunia ini tidak tersisa selain seorang diri yang mengangkangi gunung tengkorak.

*****

Aku masih berutang air mata kepada Delapan Setengah Juta keluargaku… Kemudian, kalian ingin agar aku melupakan semua itu untuk menangisi lima ribu orang Amerika, dan jika aku tidak melakukannya, maka aku adalah teroris barbar?!

Kalian ingin agar aku mengeluarkan air mata atas kematian orang-orang sipil yang cinta damai? Apakah Salwa dan Hijazi itu jenderal? Apakah anak-anak Bahrul Baqar adalah tentara marinir? Apakah para buruh di Abu Za’bal adalah pilot pesawat? Suez yang sudah tidak tersisa satu rumah pun berdiri di sana, Ismailia yang mengalami kehancuran, Libya, Irak, pabrik Al-Syifa di Sudan, atau… atau… atau…?

Kalian ingin agar aku buru-buru mencucurkan air mata atas kehancuran dua atau tiga gedung?! Duh, betapa menggelikan. Bagaimana mungkin seseorang akan berduka lantaran dua gedung yang hancur, jika ia tahu bagaimana perlakuan kalian ketika menghancurkan banyak negara dan memusnahkan banyak kota, membombardir kamp-kamp pengungsian yang menjadi tempat orang-orang yang mencari perlindungan dan keamanan?

Apakah kami bisa melupakan Tragedi Qana dan Amiriya?

*****

Apa yang terjadi di persembunyian Amiriya merupakan kebanggaan tiada taranya bagi setan. Kebanggaan tiada taranya bagi Amerika. Sebuah pesawat Amerika jenis siluman menyerbu kamp pengungsian di Amiriya, menembakkan rudal-rudal yang dikendalikan dengan sinar laser…

Setelah semua ini terjadi, mereka beralasan bahwa Irak tidak mengecam serangan terhadap lima ribu orang Amerika dan dua gedung (untuk menginvasi Irak).

Si Celaka Powell mengecam rasa kemanusiaan Saddam Husein, karena ia tidak berduka atas lima ribu korban orang Amerika. Ia lupa bahwa di tangannya telah terbunuh satu juta rakyat Irak dan melalui tangan bangsanya telah mati satu juta rakyat lainnya. Si celaka ini lupa tragedi di kamp pengungsi Amiriya. Alangkah hinanya… Alangkah nistanya…

Tadinya aku berkeinginan, meski sekadar pura-pura, untuk berpartisipasi dalam banjir air mata buaya yang mengalir dari empat penjuru dunia, karena berduka atas kerugian materi dan korban jiwa yang diderita oleh Amerika.

Tadinya aku ingin melakukan itu. Jika bukan karena takut kepada Amerika, mungkin karena takut kepada sekutu-sekutunya yang ada di tengah-tengah kita (orang-orang yang oleh Amerika disebut sebagai sekutu, tetapi oleh bangsa kita disebut sebagai antek).

*****

Aku telah berupaya…

Tetapi kalimat-kalimat tidak mau mengikuti keinginanku, pena pun enggan.

Jiwaku terguncang: akankah engkau mengkhianati Allah?!

Batinku memprotes: akankah engkau mengkhianati Delapan Setengah Juta jiwa yang terbunuh? Terlalu remehkah nilai pengoyakan satu bangsa, penghancuran negara, dan pemusnahan manusia?

Nuraniku mengeluh: akankah engkau mengkhianati dirimu?

Tidak ada kompromi dalam persoalan prinsip.

Aku takkan menuruti kemauan mereka agar aku dan bangsa ini melakukannya. Kita tidak akan malu terhadap sesuatu yang seharusnya kita banggakan, untuk kemudian membanggakan apa yang semestinya kita malu karenanya. Biarlah Amerika dan antek-anteknya menuduh kita semaunya.

Andaikata mereka memperlakukan kita seperti itu secara batil, itu lebih baik bagi kita daripada memperlakukan hal itu secara benar.

Pilihan sikap yang ditawarkan Amerika menyangkut persoalan ini sungguh merupakan kejahatan. Sejak pertama, slogan yang diteriakkan adalah: “Bersama kami atau bersama teroris”, tak ada diskusi, tak ada komentar, dan tak ada alasan. Tidak boleh, meski Anda hanya mengatakan berpihak pada Amerika, selanjutnya mengatakan “Lakin… (Tetapi…)”. Sekalipun kata “Tetapi” ini menyangkut pertanyaan substansial seperti: “Tetapi, apa buktinya?” Atau: “Tetapi, tidak mungkinkah aksi-aksi ini dilakukan oleh kelompok-kelompok yang ada di Amerika?”, atau “Kami bersama Amerika memusuhi terorisme, tetapi kami ingin definisi terorisme yang bisa dijadikan pedoman oleh Perserikatan Bangsa-bangsa” atau “Kami memihak Amerika, tetapi sebagai pihak yang bersama Amerika, kita mengadakan satu pengadilan yang netral yang akan mengadili dan menjatuhkan hukuman, kemudian kita akan melaksanakan keputusan ini bersama dengan Amerika”.

Semua ini tertolak.

Pilihan yang ditawarkan kepada Dunia Islam juga merupakan kejahatan.

Pertanyaannya: Apakah Islam mendukung terorisme?

Jawaban yang diharapkan sangat jelas, jika jawaban tersebut ya, maka akan keluarlah keputusan untuk mencampakkannya—mencampakkan Islam—dan memusnahkan para pemeluknya!!

Pertanyaan seperti ini jelas keliru. Secara teoritis, Islam adalah agama samawi, bukan ucapan manusia yang bisa menerima tawar-menawar, konsesi, atau revisi.

Secara hukum, seharusnya bukti-bukti dikemukakan dulu sebelum dilemparkannya suatu tuduhan…

Secara hukum internasional—andai tuduhan sudah terbukti sekalipun—harus ada pertanyaan: berhakkah suatu negara atau sekelompok negara yang Delapan Setengah Juta rakyatnya dibunuh oleh Amerika, di mana kebanyakannya merupakan rakyat sipil, untuk balas membunuh lima ribu orang Amerika?!

Perlu ditanyakan pula kepada Amerika yang belum lupa atas dendamnya di Lebanon, sehingga ia berupaya untuk menyalakan konflik baru antar kelompok, juga tidak lupa terhadap terbunuhnya 18 tentara Amerika di Somalia setelah tentara Amerika membunuh ratusan orang Somalia… harus ditanyakan kepadanya: jika Amerika berhak membalas dendam terhadap bangsa lain, tidakkah bangsa lain berhak membalas dendamnya terhadap Amerika?

Namun demikian, setelah semua itu dan dengan menutup mata terhadap semua itu, sesungguhnya kita—berdasarkan petunjuk agama kita—bukan saja musuh bagi tindakan membunuh manusia, bahkan kita juga memusuhi sekadar upaya untuk melaparkan seekor kucing atau menebang sebatang pohon. Kita menuntut orang lain tidak menzalimi kita, tetapi jika mereka menzalimi kita, maka kita berhak membalas mereka seperti perlakuan mereka terhadap kita. Sekalipun dalam hal ini, agama kita juga masih menganjurkan kita bersabar, tetapi kesabaran orang yang perkasa, bukan kesabaran orang yang lemah, kesabaran orang yang memaafkan, sekalipun mampu membalas.

*****

Sore hari tanggal 11 September, aku turun ke jalan untuk menyaksikan sendiri reaksi di jalan-jalan Mesir. Aku tidak menemukan seorangpun yang berduka atas peristiwa itu.

Di samping sebuah kantor pemerintahan, ada dua orang tentara yang berjaga-jaga. Aku mendekati kedua tentara itu menanyakan tentang apa yang telah terjadi. Keduanya berebut menjawab, sambil kedua mata mereka berkaca-kaca, mereka mengatakan: “Sekarang, kita telah membalaskan dendam Muhammad Al-Durah…”

Di kotak posku, aku menemukan ratusan surat, salah satu di antaranya mengatakan:

“Pemandangan sejumlah orang yang masih hidup di dalam gedung raksasa itu sesudah ditabrak oleh dua pesawat, sebagian dari mereka melambaikan saputangan putih, melambaikannya dengan putus asa, barangkali ada seseorang yang bisa melihat dan menyelamatkannya. Ia terus melambaikan dan terus melambaikan saputangan dengan kuat, kemudian lambaian-lambaian itu semakin lemah sedikit demi sedikit, kemudian… yang mengabadikannya. Sungguh, ini mengingatkan kita sedikit tentang pemandangan yang terjadi belum lama ini, yang masih belum terhapus dari ingatan kita, dan yang sudah semestinya diperingati setiap tahun. Ya, saat itu, seorang ayah untuk terakhir kalinya melambaikan tangan, melambai dan melambai, karena dengan lambaiannya ini ia menyangka bahwa tentara pendudukan tidak akan menembakkan peluru kepadanya dan kepada anaknya yang gemetaran di dalam pelukannya, akan tetapi itu justru merupakan saat yang sangat dinantikan oleh para algojo dan pemburunya, ketika mereka menembakkan peluru kepadanya dan kepada anaknya tanpa belas kasihan dengan senjata buatan Amerika, kemudian menjadikannya terbunuh di hadapan orang banyak. Lambaiannya saat itu tidak berhasil mencegah mereka, tidak ada dunia yang menyelamatkannya ketika itu, sebagaimana tidak ada seorangpun di antara jutaan orang yang melihat hari ini untuk menyelamatkan orang-orang yang melambaikan saputangan di dalam gedung Amerika sebelum keruntuhannya… Ini adalah keadilan yang selama ini dilupakan oleh penduduk bumi. Mahabenar Allah yang berfirman: ‘Sungguh, Tuhanmu senantiasa mengawasi.’ Allah Mahabesar! Dan segala puji hanyalah bagi Allah.”

Satu surat lain mengatakan:

“Tidak penting, siapakah yang melakukan serangan ini. Yang penting, mereka telah merasakannya, sekalipun setelah sekian lama. Anda tahu, apakah mereka sudah bisa merasakan bagaimana pedihnya luka yang sekian lama gelasnya terus diminumkan oleh pemerintah mereka kepada bangsa-bangsa di seluruh dunia??!! Anda melihat, apakah orang yang melambaikan tangannya itu merasakan makna bagaimana harapan manusia terhadap hidup? Satu-satunya yang diharapkan dalam hidupnya adalah agar ada orang yang melihatnya, merasakan keberadaannya, atau memperhatikan bahaya yang mengancamnya, sehingga segera menyelamatkannya. Apakah mereka merasakan ketika lambaian-lambaian itu tidak bisa menyelamatkannya dari kematian, sehingga merasuklah keputusasaan kepada dirinya, sedikit demi sedikit, melemahlah kekuatannya sedikit demi sedikit, tidak ada takdir yang mengasihinya, dan Allah menetapkan perkara yang pasti terjadi. Apakah mereka telah merasakan betapa pahitnya jika takdir itu diupayakan oleh manusia dan dengan sengaja untuk menumpahkan darah yang ada di jiwa mereka. Dan semua ini dilihat, didengar, dan disaksikan oleh seluruh manusia?? Anda tahu, apakah orang-orang yang terkubur di bawah reruntuhan besi yang terbakar oleh panasnya dinding (kamp Amiriyah) yang ditembak dengan rudal mereka, sehingga mengubah jasad lebih dari seribu lima ratus anak-anak dan wanita yang berada di dalam kamp itu menjadi gundukan arang yang tidak bisa diidentifikasi lagi?? Menurut Anda, apakah keluarga korban bisa merasakan, bagaimana menyedihkannya kematian secara bersama-sama dan penguburan massal di Bosnia, Kosovo, Shabra dan Shatila, dan… dan… setelah selesai pengidentifikasian jasad korban yang mati dengan susah payah, setelah deretan bangkai dicabik-cabik, dan setelah memakan waktu yang panjang. Menurut Anda, apakah mereka bisa merasakan betapa terhinanya Libya akibat embargo yang didasarkan pada tuduhan bohong, serangan ke Afghanistan yang didasarkan pada tuduhan bohong, serangan ke Sudan yang didasarkan pada keputusan-keputusan yang terburu-buru? Kemudian bagaimana pula dengan bom Napalm di Hanoi, bom Uranium yang meluluhlantakkan padang pasir, bom atom Hiroshima dan Nagasaki dan serangkaian kejahatan lain yang tidak berakhir? Menurut Anda, apakah mereka sekarang bisa merasakan kepedihannya? Sekarang ini, tidak ada yang bisa kita lakukan selain membaca firman Allah: ‘Rasakan, sesungguhnya kamu (dulu) merasa perkasa dan mulia.’

Satu surat lain, pengirimnya mengatakan:

“Betapa menggembirakanku peristiwa itu, dan aku tidak peduli jika nanti kesimpulan akhir penyelidikan menyatakan bahwa ucapan terakhir yang terekam dalam kotak hitam salah satu pesawat kamikaze kemarin adalah: ‘Aku bertawakal kepada Allah.’!!”

Sekembali ke rumah pada sore hari itu, aku mengikuti peristiwa demi peristiwa itu tanpa merasa gembira atau senang sama sekali. Setiap kematian menyisakan kengerian, sekalipun itu kematian seekor anjing. Apalagi kematian lima ribu orang.

Sebaliknya, aku duduk di depan televisi, sementara kedua mataku mencucurkan air mata.

Tidak… aku akui… ini bukan air mata kasihan atau duka…

Ini satu guncangan yang datang dari Allah. Yang Maha Perkasa, Maha Pemaksa, Maha Mulia, Maha Menghinakan, Maha Mendendam, dan Maha Adil. Bagaimana Allah telah menghukum para tirani dengan hukuman dari Sang Maha Perkasa dan Maha Kuasa. Menghukum mereka di puncak kesombongan mereka, karena mereka telah menyangka bahwa mereka bisa menguasai seluruh bumi dan telah mampu berbuat semaunya di sana. Allah telah menghukum dan memberi pelajaran mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka.

*****

Apapun spekulasi mengenai itu, dan siapapun yang melakukan operasi tersebut, Islam memiliki andil. Sebab, kemampuan para pahlawan bom syahid di Palestina adalah yang membukakan mata dunia tentang kemampuan menakjubkan di dalam jasad manusia yang mati syahid. Siapapun pelaku operasi itu, sesungguhnya Islam-lah gurunya. Hal itu mengungkap sebagian dari rasa takut yang kini mengiringi mereka. Siapapun pelaku operasi tersebut, maka ia merupakan tuduhan yang tidak akan kita pungkiri dan kemuliaan yang tidak perlu kita klaim.

Kita memusuhi tindakan membunuhi masyarakat sipil—bahkan juga militer—di manapun di seluruh dunia. Tetapi kita tidak mungkin berduka atas terbunuhnya lima ribu orang yang telah membunuh Delapan Setengah Juta warga kita. Kita tidak perlu heran ketika tangan yang mengacungkan pisau, lantas menyembelih kita, terkena goresan luka dalam operasi penyembelihan yang dilakukannya sendiri!!

*****

Amerika akan membawa dunia kepada malapetaka baru. Sebab, sunatullah bagi orang yang bertindak zalim seperti yang dilakukannya adalah bahwa kezalimannya itu akan menyeretnya ke dalam kebinasaan.

Karena andaikata Amerika berlaku adil, atau Allah menghendaki kebaikan baginya, ia pasti telah mengevaluasi diri dan menghentikan permusuhannya terhadap seluruh dunia. Tetapi Amerika tidak akan berhenti.

*****

Biarlah mereka menyerang semau-maunya, di mana saja ia mau, tetapi itu sama sekali tidak akan mengubah hasil akhir.

Biarlah mereka membunuhi siapapun yang mereka kehendaki, karena sudah sejak lama mereka membunuhi—dan para pendahulu mereka juga telah banyak membunuhi—mujahidin, para nabi, dan para rasul.

Semua itu tidak akan mengubah keadaan akhir sama sekali. Para tirani akan hancur dan menelan kekalahan.

*****

Teror Amerika yang ditujukan kepada seluruh dunia dengan mengangkat slogan: “Bersama kami atau bersama teroris”, sepanjang masa akan menjadi noda dalam sejarah Amerika Serikat.

Tidak, bukan hanya dalam sejarah Amerika Serikat, tetapi dalam sejarah Peradaban Barat secara keseluruhan.

Noda kebohongan yang bisa membunuh siapapun yang tidak mempercayainya.

Noda manusia-manusia barbar dan biadab yang akan menjatuhkan semua kedok yang dikenakannya sehingga menyingkapkan kepalsuan yang dibalut kebohongan selama berabad-abad.

*****

Kemarahan meledak di hatiku, hingga nyaris membunuhku…duh, andai ia membunuhku…!!

Api membara di kanan kiriku, hingga hampir mencekikku, duh, andai ia mencekikku!!

Jemariku menggenggam bara yang tak mau diam, tetapi berpindah-pindah, mengalir di dalam urat syaraf seperti darah, kemudian masuk ke seluruh sel tubuhku, sehingga setiap sel menjadi kompor yang terbakar.

Itulah ya Rabbi, wahai Dzat yang Maha Pemaksa, Maha Perkasa, Maha Menghinakan, dan Maha Mengetahui perkara gaib.

Karena musuh-musuh-Mu, bahan bakar-bahan bakar Jahanam itu, baik yang berprofesi sebagai penulis, fuqaha, maupun politikus penguasa, ingin agar kami menjadikan Amerika sebagai Kekuatan Absolut yang berkuasa terhadap kami, agar kami percaya kepadanya dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan. Kami harus mempercayai kepada hal-hal gaibnya—maka apapun yang dikatakannya adalah benar sekalipun tanpa bukti, dan apa yang ditolaknya merupakan dosa besar sedangkan sanksinya siap dilaksanakan. Di saat yang sama, mereka Ya Rabbi, ingin agar kami kufur kepada-Mu, jika tidak, berarti kami berpihak kepada teroris.

Pilihan yang diajukan bukanlah agar kami berpihak kepada Amerika atau kepada teroris, tetapi berpihak kepada Amerika atau kepada Allah.

Mereka telah memerangi kami, menganiaya kami, mengepung kami, membuat fitnah kebohongan terhadap kami, karena kami berkata: “Allah swt berfirman dan Rasul saw bersabda…”

Tapi sekarang, mereka terus menginginkan agar kami mengatakan: “Bush telah berfirman… Powell bersabda…”

Keimanan kami kepada ucapan keduanya harus merupakan keimanan yang absolut.

*****

Barusan aku menyebut mereka bahan bakar Jahanam?

Itu tidak cukup…

Siapakah yang akan membantuku mendatangkan semua kamus dunia, agar aku bisa mengoleksi semua sifat yang layak mereka sandang?

Atau siapakah yang akan membantu memberiku huruf-huruf kalimat yang belum pernah diucapkan sebelum ini, agar aku bisa melukiskan kejahatan dan kebohongannya yang tidak pernah dilakukan seperti itu di seluruh dunia?

Siapakah yang akan membantu memberiku kata-kata yang tidak dikenal oleh semua kamus, agar aku bisa menggambarkan pemandangan berdarah-darah di sebuah negara paling kuat di dunia, bukan saja dengan mengirim tentaranya yang bengis menyerang negara miskin yang menderita kelaparan, lantaran kecurigaan kepada satu orang—bukan kepada satu negara—yang tidak pernah dikuatkan dengan bukti apapun?

Pembaca, apakah kalian melihat ada kejahatan yang lebih buruk dan kebiadaban yang lebih keji?

Pembaca, pernahkah Anda melihat kebohongan yang lebih jelek dari kebohongan yang dilakukan oleh negeri yang mereka sebut sebagai Pemelihara Kebebasan dan Hak Asasi Manusia di seluruh dunia?

Pemelihara, yang membuat seluruh dunia repot tanpa henti lantaran empat ribu rakyat sipilnya, padahal dialah—tanpa perlu dibanggakan—yang memiliki daftar terbesar korban-korban sipil karena kebiadabannya yang paling besar sepanjang sejarah, jumlahnya mencapai puluhan juta…

*****

Pembaca, agar Anda menjadi orang beradab, atau sekadar manusia, maka Anda harus memulai pembicaraan Anda dengan mempersembahkan kurban untuk berhala-berhala Washington dan Dajjalnya yang telah mengumumkan Perang Salib untuk menumpas aksi-aksi terorisme di New York dan Washington 11 September.

‘Kalau Anda tidak mau memperingati korban-korban kami, maka Anda teroris, terbelakang, biadab, barbar, tidak boleh dibelaskasihani, dan tidak ada hukuman bagi Anda selain hukuman mati.’

*****

Pembaca, jika aku menusuk mata Anda, apakah aku penjahat?

Atau perlukah kita bahas dulu, apa yang pernah Anda lakukan kepadaku?

Jika sebelumnya Anda pernah menusuk kedua mataku, maka Andalah penjahat itu, tidak diragukan lagi…

Demikianlah syariat kita dan agama kita berbicara. Diriwayatkan dari Al-Faruq, Umar bin Khaththab, bahwa ia berkata yang maksudnya: “Jika seseorang datang kepadaku sedangkan salah satu matanya tertusuk, maka aku tidak bisa memutuskan hukum yang memenangkannya, sebelum melihat lawannya, karena bisa jadi lawannya justru tertusuk kedua matanya…”

*****

Pembaca, apa pendapat Anda tentang orang yang memandang Anda seraya mengancam dan mencemooh, dengan penuh kesombongan dan keangkuhan, lantas berkata lantang kepada Anda: “Jangan mengaitkan kedua perkara itu, jangan mengaitkan penusukan satu mata ini dengan penusukan dua mata!” Apa yang Anda katakan?

Tapi, bukan hanya dua biji mata saja yang telah ditusuk…

Jumlah orang yang dibunuh—di Dunia Arab saja—karena persekutuan Salib dan Zionis yang dipimpin oleh Amerika Serikat sejak setengah abad terakhir, lebih dari delapan juta Muslim.

Apa yang terjadi di Palestina hari ini, Anda semua melihatnya dengan mata kepala Anda, tidak perlu aku lukiskan lagi kepada kalian.

Tapi ingatlah bahwa monster Amerika tidak pernah menganggap bahwa pembunuhan orang-orang sipil, anak-anak, orang tua, dan wanita tersebut, sebagai tindakan terorisme, bahkan ia menggunakan hak veto yang mencegah sanksi terhadap pelakunya… Pemboman terhadap orang sipil dengan meriam, roket, pesawat, dan senjata-senjata terlarang seperti uranium laser, adalah boleh dan halal, itu hanya upaya pembelaan diri, tetapi melawan tank dengan batu adalah teror.

Penggunaan tank-tank tempur dan F-16 merupakan pembelaan diri yang legal, sedangkan melempar dengan batu adalah teror.

Ya…

Monster Amerika adalah penjahat… Presiden Amerika adalah penjahat…

Bukan aku yang mengatakan demikian, tetapi orang Amerika sendiri yang mengatakannya… Bukan orang Amerika biasa, tetapi orang Amerika yang telah mempelajari hukum tingkat tinggi, pernah menduduki jabatan paling tinggi di bidang hukum di Amerika Serikat sendiri. Jabatan sebagai ketua umum. Dia adalah Ramsey Clark.

*****

Janganlah Anda mengaitkan dua persoalan ini, yaitu antara apa yang telah dan sedang dilakukan oleh Amerika di seluruh dunia dengan peristiwa 11 September.

Agar Anda dianggap sebagai seorang berperadaban, janganlah menyebut kejahatan-kejahatan Amerika yang dihitung oleh Jeff Simon dan Noam Chomsky. Dalam kejahatan-kejahatannya itu, demi memenuhi ambisinya yang kejam, Amerika telah menghancurkan bangsa-bangsa lain.

*****

Tapi, Anda jangan mengaitkan semua ini dengan peristiwa 11 September. Jangan membantah bahwa bangsa yang kejam dan sadis inilah yang akan mengajari Anda tentang apa itu hak asasi manusia dan bagaimana ia harus diajarkan. Jangan bertanya tentang makna demokrasi, kebebasan, persaudaraan, persamaan, kemajuan, dan norma-norma peradaban Barat. Jangan bertanya. Jangan katakan bahwa Allah telah berfirman atau Rasul saw telah bersabda, Bahkan, jangan katakan bahwa Chomsky, Simon, atau Clark, telah berkata. Yang boleh Anda katakan adalah: Bush berfirman, Powell bersabda, atau Rumsfeld telah berkata. Jika Anda tidak mau mengikuti saran ini, berarti Anda teroris, konservatif, layak untuk dibunuh.

Jangan sekali-kali Anda bertanya: Apakah setengah juta anak-anak Irak itu orang-orang sipil ataukah militer?!

*****

Kemarahan meledak di hatiku, nyaris membunuhku, duh, andai ia membunuh…!!

Api berkobar di kanan kiriku, nyaris mencekikku, duh, andai ia mencekik!!

Rabbi, aku sudah tak kuasa lagi memikul kehinaan ini…

Aku tak kuasa lagi.

Kadang-kadang aku berkhayal, bahwa setiap hari baru yang kulalui dalam hidupku adalah kebohongan baru…

Sebab, bagaimana aku kuasa melihat kejadian ini, sedangkan aku tidak maju menjemput syahid sebagai pembelaanku terhadap umat dan agama-Mu.

Bagaimana aku sanggup melihatnya tanpa keluar kata-kata benar dariku, untuk menyebut orang kafir sebagai kafir, orang fasik sebagai fasik, dan pengkhianat sebagai pengkhianat. Bagaimana aku melihatnya, tetapi aku tak kuasa menyebut perkara sesuai dengan namanya?

Hari berganti hari, semakin berlipat ganda kebohonganku.

Setiap hari satu kebohongan.

Setiap hari satu kebohongan.

Setiap hari satu kebohongan.

*****

Pembaca, jangan lupa memuji-muji Amerika Agung, agar Anda tidak terkena rudal Cruise atau ditangkap FBI.

Jangan tanyakan alasan-alasan hukum dan moral untuk Perang Salib Amerika, jangan membantah serangan ke Afghanistan, kemudian begitu pula serangan terhadap enam puluh negara Arab lainnya.

Jangan katakan ini sebagai kezaliman, kebiadaban, tindakan gila, dan keangkuhan tanpa batas.

Jangan tanya.

Karena jawaban pasti telah disiapkan.

80% rakyat Amerika menyetujui itu.

Dan itulah yang absolut… itulah—ya Allah, aku memohon ampunan-Mu—ketetapan takdir yang tidak bisa kita tolak.

Jangan ikut campur dan berbicara tentang isi hatimu…

Jangan katakan bahwa ini hanya memiliki satu arti, yaitu bahwa 80% rakyat Amerika adalah penjahat seperti para presiden mereka.

Jangan katakan begitu…

Tapi, Chomsky dan Clark telah mengatakannya.

Adapun Simon bertanya-tanya, bagaimana penduduk negara-negara Barat bisa mendukung para penguasanya dalam kejahatan-kejahatan biadab mereka dengan mata tak berkedip dan hati tak terusik.

Yang ingin aku sampaikan, wahai pembaca, bahwa Bush—sekadar sebuah simbol—tidak secara kebetulan menjadi penjahat. Ia memiliki akar kejahatan. Akar yang tidak saja berkaitan dengan pemerintahannya, tetapi dengan bangsanya secara keseluruhan, mulai dari akar, bahkan dari akarnya akar. Kejahatan ini bukan sesuatu yang mengejutkan, kecuali bagi orang-orang yang membutakan diri—sengaja tidak membaca sejarah.

*****

Kemarahan meledak di hatiku, nyaris membunuhku, duh andaikan ia membunuh!

Allah swt berfirman: “Apa saja yang diberikan kepadamu oleh Rasul maka ambillah dan apapun yang dilarang kalian kerjakan, maka hindarilah.” (Al-Hasyr: 7)

Tapi, media massa Barat dan para pembebeknya di Dunia Arab dan Dunia Islam mengatakan: “Apa yang diperintahkan Bush kepada kalian, ambillah, dan apa yang dilarang olehnya, tinggalkanlah!”

Adapun para pengelola urusan kita, baik itu penguasa, politikus, ulama, dan penulis, maka di antara mereka adalah penguasa pengkhianat, ulama nista, penulis dan politikus yang menikmati kebohongan.

*****

Membunuhku, wahai sekalian manusia, reaksi yang kulihat dari para pengelola urusan kita, membunuhku.

Membunuhku, bahwa Amerika Salibis dan Zionis tidak mungkin mampu menguasai negara Islam tanpa bantuan dari negara Islam pula. Membunuhku. Memutus tali jantungku, bahwa sebenarnya tingkat paling rendah dari kesatuan dan solidaritas akan mampu mengembalikan Amerika kepada dirinya sebelum ia menyerang Afghanistan atau sebelum melakukan kejahatannya terhadap Irak, sedangkan ia mengenakan baju besi Arab atau Palestina, sedangkan Amerika mengenakan baju besi Israel. Memotong pembuluh-pembuluh di jantungku.

*****

Setelah semua yang terjadi ini, kita masih belum mampu meyakinkan para pengelola urusan kita bahwa Amerika adalah musuh, bahwa yang menjadi terget permusuhannya adalah Islam, dan bahwa istilah terorisme telah direncanakan oleh intelijen Amerika agar digunakan oleh para penguasa yang diberi tanggungjawab untuk menumpas Islam, adapun harga yang mereka peroleh adalah bisa tetap bertahan dengan jabatan mereka.

Aku bertanya-tanya, sedangkan aku dalam keadaan disembelih luka: mengapa para pengelola urusan kita melakukan hal itu?

Aku mendapati sebagian jawabannya dalam Surat Kabar Al-Ahram, edisi 23-3-1999.

Tema yang dibahas adalah bantuan Amerika hina dalam kejahatan penangkapan Ochalan sebagai wujud penghormatan kepada Pemerintah Turki karena tekanannya terhadap Pandarus, Menteri Luar Negeri Yunani, agar ikut andil dalam konspirasi. Ketika ia menolak, segeralah pihak-pihak tertentu dari intelijen Amerika menerornya.

Aku minta maaf kepada pembaca, ketika aku mengutip apa yang dipublikasikan oleh Al-Ahram secara tekstual. Aku minta maaf untuk menulis dengan bahasa Inggris, sebagaimana ketika dipublikasikan. Aku minta maaf bila tidak menerjemahkannya secara benar, yang tidak disebut dalam Al-Ahram, semuanya merupakan haknya. Al-Ahram mengatakan:

“Tekanan-tekanan itu bukan saja sangat keras, bahkan keji dan vulgar. Pandarus, Menteri Luar Negeri Yunani, telah ditekan dengan nada keras seperti: ‘Demi kehidupan ibumu, kamu harus melakukan hal itu.’”

Padahal, ini bukan terjemahan yang benar. Tetapi, Al-Ahram, selain memuat terjemahan ini, juga memuat teks aslinya dalam bahasa Inggris: “Your mother will be fucked if you don’t go along with this.”

Inilah demokrasi Sang Pemimpin Dunia Bebas. Inilah demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia, dan kemodernan. Apakah sekarang, wahai pembaca, Anda paham mengapa semua pengelola urusan kita tidak mau beranjak dari kamarnya? Menteri Luar Negeri Yunani telah diperlakukan seperti itu, padahal ia berkulit putih, beragama Kristen, dan berkebangsaan Eropa. Bagaimanakah Anda membayangkan perlakuan yang akan diberikan kepada para peronda di sumur minyak yang mereka sebut sebagai Amir?

*****

Ya ilahi, betapa sering mereka memutarbalik fakta—atau bahkan menghancurkannya—demi membela Amerika. Mereka membela, bahkan dalam hal-hal yang tidak boleh dibela, seperti pernyataan Dajjal Bush bahwa ia merupakan Perang Salib.

Kalimat jahat lainnya yang mereka abaikan dengan penuh kehinaan adalah kalimat yang diucapkan oleh Bush tentang apa yang akan dilakukannya di Afghanistan: “We will smoke them.” Tidak ada seorang penulis atau sebuah suratkabar yang menjelaskan apa maksud kalimat ini. Channel Al-Jazeera tidak berkomentar selain barangkali yang dimaksudnya adalah akan menggunakan gas beracun.

Aku tidak mengira bahwa mereka—para penulis kita dan koran-koran kita—bodoh hingga separah itu, tetapi ini adalah kehinaan dan permusuhan terhadap Islam. Mereka menghindar dari penafsiran kalimat ini karena penafsiran ini akan menampilkan wajah bengis dan jahat peradaban Barat dan bagaimana perlakuannya terhadap umat Islam.

Kata “smoke” adalah kata yang banyak digunakan dalam memburu binatang, khususnya musang. Tetapi orang-orang Prancis menggunakannya di Aljazair terhadap umat Islam, terhadap orang-orang sipil dan manusia, sama seperti orang-orang sipil dan manusia yang menjadi korban di gedung WTC. Orang-orang Prancis memburu orang-orang Aljazair yang melarikan diri di lembah-lembah pegunungan, dengan peluru, sedangkan orang-orang Aljazair itu berlarian di depan mereka dan bersembunyi di goa-goa. Lantas, seorang kulit putih Kristen yang “beradab” menyalakan api di mulut goa itu, sehingga orang-orang yang bersembunyi itu mati disebabkan oleh asap. Inilah arti ucapan Bush: “We will smoke them”.

*****

Mereka memperadabkan kita dengan bayonet, peluru, tali gantungan, api, dan perkosaan para wanita.

Itu dulu. Apakah keadaannya sekarang berbeda, ataukah panah-panah di masa lalu telah berubah menjadi rudal Cruise, sedangkan bayonet telah berubah menjadi Tomhawk, pedang berubah menjadi pesawat siluman, sedangkan asap kayu bakar di ujung goa telah berubah menjadi bom-bom uranium, sedangkan perang Salib telah berubah menjadi perang Salib yang lebih kejam.

*****

Wahai umat.

Wahai umat Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasuulullaah…

Kita bukan teroris penjahat…

Bukan orang Arab dan bukan orang Muslim yang menggunakan bom-bom nuklir yang menghancurkan jutaan rakyat sipil.

Bukan kita yang harus bertobat atau meminta maaf, tetapi mereka…

Maka, wahai umat Muhammad, hadapilah… karena kekejian itu terasa dan sedang menampakkan taringnya, dan persoalan saat ini berkaitan dengan eksistensimu.

Engkau mampu, wahai umat Muhammad, untuk menghadapi mereka.

Hadapilah, wahai umat terbaik yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, persiapkan kekuatanmu, agar engkau bisa menjalankan prinsip-prinsip agamamu yang benar dengan utuh, mencegah penyimpangan sejarah yang sekarang menyimpang oleh tekanan dan kekejian peradaban Barat yang biadab.

Bangkitlah, wahai umat…

Hadapilah persoalanmu… persoalanmu dalam kepemimpinanmu…

Persoalan kita pada kaum elit yang teracuni pola pikir Barat, para antek musuh yang memerangi kita.

*****

Aku menyaksikan pasukan Aliansi Utara dan para pimpinannya, maka aku merasa sangat kaget, bagaimana orang-orang itu bisa separah itu dalam hal penipuan, kehinaan, kerendahan, kenistaan, dan pengkhianatan. Mereka berpartisipasi dalam menghancurkan negeri mereka serta membakari putra-putra dan saudara-saudara mereka. Mereka beraliansi dengan musuh negara, agama, dan umat mereka, mulai dari Amerika, Rusia, Inggris, hingga Israel. Mereka bersekutu dengan semua musuh Allah.

Aku melihat kembali fatwa-fatwa agama yang memutuskan keluarnya mereka dari agama. Di sini aku dikejutkan—melebihi semua kejutan yang telah menimpa—oleh hakikat mengerikan. Aliansi Utara tidaklah dipimpin oleh tujuh komandan di utara Afghanistan, tetapi dipimpin dan diikuti oleh seluruh penguasa kita, seluruh negara kita, seluruh pasukan kita, seluruh cendekiawan kita, dan seluruh polisi kita.

Benar, duh kasihannya umat ini! Semua penguasa kita, negara kita, pasukan kita, cendekiawan kita, dan polisi kita, mereka semua adalah anggota-anggota Aliansi Utara, di bawah kepemimpinan Barat Zionis Salibis, untuk melawan umat mereka, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Wahai para fuqaha, mengapa kalian keberatan untuk mengeluarkan fatwa untuk melindungi Islam dan umat Islam? Apakah kalian takut kepada hukuman penguasa? Apakah kalian takut mati? Apakah kalian takut melakukan jihad tertinggi? Jika demikian, tidak ada bedanya antara kalian dengan penguasa yang takut untuk mengambil keputusan yang membuat Bush murka, karena takut sanksinya.

Keluarkan fatwa, dan matilah sebagai syuhada. Hadapilah para ulama penguasa, katakan bahwa siapa yang berfatwa tentang bolehnya beraliansi dengan Amerika untuk memerangi orang-orang Muslim, maka ia terkutuk walaupun bergelayut di dinding Ka’bah dan fasik walapun ia seorang Syaikh Al-Azhar.

Hadapilah kelompok-kelompok negara-negara kecil yang dibuat oleh penjajah di perbatasan-perbatasan dunia Arab, karena ia adalah kejahatan dan bencana bagi umat. Katakan kepada umat bahwa kelompok-kelompok ini akan bergabung kepada umat.

Hadapilah negara-negara taghut, karena keberadaan umat ini sendiri di semua negara terancam hanya lantaran satu orang. Hadapilah, untuk menyatukan umat Islam dan mengembalikan eksistensi mereka sebagai satu umat.

*****

Anak kecil ini merobek jantungku.

Merobek jantungku.

Dia seorang Afghan. Duduk di atas kasur lusuh, di atas dipan rusak, dalam kamar yang semrawut, di sebuah rumah sakit yang tidak memiliki obat-obatan. Ia kehilangan semua keluarganya. Ayah, ibu, kakek, nenek, dan semua saudara laki-laki maupun saudara perempuannya. Dua belas orang mati semua, ketika sebuah bom dijatuhkan kepada mereka. Mereka dihujani bom oleh pesawat-pesawat para perampok.

Mungkin usianya antara tiga atau empat tahun. Aku tidak bisa memastikan. Di dunia para perampok dan penghisap darah semacam Bush dan Blair, kekurangan darah dan gizi menyebabkan penentuan usia siapapun menjadi kemustahilan. Bisa jadi seorang anak berusia sepuluh tahun, tapi Anda menyangkanya baru berusia lima tahun. Bisa jadi seseorang berusia tiga puluh tahun, tetapi Anda menyangkanya enam puluh tahun.

Anak kecil tersebut duduk di atas dipan. Ia tidak menangis. Bahkan, ia juga tidak mengeluh, sekalipun betisnya remuk, sementara alat infus dipasang di lehernya. Aku mulai mengamatinya—dengan hati sedih—berusaha untuk menafsiri makna sorot matanya, apakah itu sorot mata kemarahan? Ataukah ketakutan? Ataukah kesedihan? Ataukah kesakitan? Ataukah keterkejutan? Ataukah ketidakpahaman? Ataukah penghinaan? Ataukah pengaduan?

Pengaduan.

Aku pikir, wahai manusia, apa yang aku baca di matanya adalah pengaduan.

Pengaduan, yang andaikata dibagikan kepada seluruh penduduk bumi, tentu mencukupi mereka.

Aku membayangkan Nabi Musa as dan Isa as, di langit yang bergegas bermohon kepada Allah untuk menyatakan ketidakterlibatan keduanya terhadap perilaku orang-orang yang secara dusta mengaku sebagai pengikut ajarannya.

Aku membayangkan, betapa air mata mengalir deras dari dua biji mata mulia milik kekasih kita, Al-Mushthafa saw, air mata belas kasih, haru, sekaligus teguran: “Bukankah aku telah meninggalkan di tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sampai pada kehinaan semacam ini, selamanya?”

Aku membayangkan, Si Perampok, Bush, memerintahkan pasukannya untuk mengambil tengkorak orangtua anak itu untuk meminumnya sebagai jamuan sore. Meminumnya dengan keangkuhan, kebengisan, kegembiraan, dan kebanggaan. Dengan entengnya ia bersukaria atas apa yang telah dilakukannya, sekalipun sekawanan serigala mungkin bisa melakukan hal yang sama.

Aku membayangkan, pengekornya, Blair, memegang tombak dan menusukkannya di kemaluan mayat ibu anak tersebut, ibunya yang semua raut wajahnya hilang di tanah sesudah mereka mengeluarkannya dari bawah reruntuhan.

Tadi aku mengatakan bahwa pengekornya, Blair, menghujamkan tombak di tempat kemaluan ibu anak tersebut?

Tidak, demi Allah, tetapi ia telah menusuk kemaluan raja-raja kita, pemimpin-pemimpin kita, amir-amir, menteri-menteri, panglima-panglima, tentara-tentara, suku-suku kita, partai-partai kita, lembaga-lembaga kita, pemikir-pemikir kita, suratkabar-suratkabar kita, penulis-penulis kita, investor-investor kita, kota-kota kita, desa-desa kita, padang-padang kita, dusun-dusun kita, daratan kita, dan bangsa kita.

Adapun si perampok jahat, terlihat di bayanganku seakan-akan sedang dirasuki setan, sehingga membuatnya gila dan kehausan ketika mencium bau minyak, dan tidak ada yang menghapuskan dahaganya selain darah.

Setan yang menjadikannya gila, sehingga berubah menjadi sejenis makhluk kejam, mengerikan, dan jauh lebih buas daripada binatang-binatang buas. Tidak ada satupun binatang buas, kecuali masih memiliki sifat baik. Unta masih memiliki rasa malu, singa memiliki harga diri, anjing memiliki kesetiaan, demikian seterusnya. Adapun jenis makhluk kejam yang beraut muka manusia ini, tidak punya sifat mulia sedikitpun. Yang dimilikinya hanya sifat bengis, penipu, bohong, kegemulaian ular berbisa, racunnya yang membunuh, penakut kepada yang lebih kuat, dan memangsa siapa saja yang lebih lemah darinya.

*****

Benarkah permasalahan kita adalah karena kita menggunakan teror? Ataukah persoalan kita adalah karena kita tidak membalas teror Barat yang ditimpakan kepada kita ini dengan pengaturan waktu (timing) yang tepat dan takaran yang tepat?

Jadi, pertanyaan yang terlontar, menyangkut hubungan antara Islam dengan teror, membutuhkan ketelitian yang benar-benar teliti.

Kitakah yang melakukan teror?

Apakah persoalan yang kita hadapi adalah karena kita menggunakan teror?
Ataukah persoalan kita adalah karena kita tidak menggunakan teror dengan takaran yang tepat agar berhasil meneror musuh Allah dan musuh kita?

*****

Apakah kita perlu melakukan operasi bedah untuk mengangkat akar terorisme dari tubuh kita? Itulah operasi yang tentu saja akan segera dilakukan oleh Barat. Ataukah Barat sebenarnya yang membutuhkan operasi bedah untuk mengangkat akar terorisme yang ada padanya? Tapi, di dunia ini tidak ada yang akan menjalankan operasi itu selain kita.

*****

Sekarang, sekali lagi: apakah problem kita adalah karena kita sudah dan akan terus melakukan teror? Ataukah karena kita tidak melakukannya dengan kadar yang tepat?

Pembaca, aku tidak akan menjawab pertanyaan ini.

*****

Aku kira, jawabannya jelas, wahai pembaca.

Ketahuilah, bahwa istilah teror itu sudah direncanakan oleh Badan Intelijen Amerika, agar terjadi semua yang telah terjadi sekarang ini.

Izinkan aku membahas persoalan ini dengan sangat ringkas.

…Barat mendukung penguasa yang paling kejam, bengis, dan rusak. Rakyat gelisah ketika mengetahui bahwa mereka sedang digiring oleh Barat, para penguasa, dan pemimpin di kawasannya kepada bencana. Rakyat kemudian melakukan perlawanan damai, tetapi para penguasa menghadapinya, dengan restu dari Barat, dengan sikap represif dan kejam luar biasa. Sikap represif penguasa yang tak terbatas itu akhirnya mendapat reaksi, maka mulailah beberapa kelompok rakyat menghadapi sikap keras penguasa yang hebat itu dengan kekerasan terbatas. Kekerasan yang saking lemahnya tidak mampu mengubah tatanan pemerintahan apapun—tanpa melihat kepada individu-individu—. Pemicu pertama dari kekerasan ini adalah sentimen agama yang mendorong setiap Muslim untuk melakukan amar maruf, nahi munkar, dan menegakkan syariat Allah yang telah diabaikan oleh para penguasa, dengan restu dari Barat. Di sinilah, Barat mulai membuat rencana untuk menyepakati istilah teror, untuk dihadiahkannya kepada para penguasa di Dunia Islam. Istilah ini diartikan sesuai dengan selera mereka. Mereka menerima saja, dengan pandangan sempit yang tiada bandingannya, guna meneror rakyat mereka, tanpa menyadari bahwa bencana itu akan berputar dan bahwa sampai sejauh apapun mereka memposisikan diri sebagai antek Barat, sesungguhnya mereka hanyalah pegawai kontrak dengan waktu terbatas bagi Barat.

Barat terus menaklukkan negara-negara, memerangi Islam, menguasai sumber pendapatannya, membagi-bagi tanahnya, agar mencegah kembalinya harapan apapun untuk memulihkan kesehatannya. Para penguasa kita menindas rakyat dan memerangi Islam yang merupakan kapal penyelamat yang bisa melindungi kita dari topan Barat. Para penguasa itu juga menciptakan ulama-ulama dan penulis-penulis yang bisa membuat warna Islam yang berbeda, tidak seperti yang diturunkan kepada Rasulullaah saw.

Islam versi Amerika…

Islam yang disukai oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Musyrik…

Islam yang tidak mengajari kita berbicara tentang keimanan kepada yang gaib, tetapi menganggap keimanan kepada yang gaib itu sebagai kebodohan dan khurafat…

Islam yang tidak pernah berbicara tentang halal dan haram, tetapi tentang Perserikatan Bangsa-bangsa dan Tatanan Dunia Baru…

Islam yang di dalamnya kita tidak pernah mendengar madzhab Imam Abu Hanifah dan madzhab Imam Syafi’i, tetapi yang kita dengar adalah madzhab Imam Bush, madzhab Blair, dan madzhab Berlusconi.

Barat melalui agen-agennya, para agen melalui para penulis dan jurnalis, telah berhasil menjunjung panji-panji yang mengharamkan pengkafiran secara mutlak…

Kekafiran adalah yang melindungi benteng-bentengnya…

Hak mengkafirkan hanyalah ada di tangan orang-orang kafir…

Seluruh lembaga Islam dilarang mengatakan ini halal dan ini haram, atau ini Islam ini kufur…

Maka, orang-orang kafir berpesta-pora, keluar masuk di tengah-tengah kita…

Serangan ini begitu dahsyat dan beraneka ragam. Bangsa Barat adalah perampok. Para penguasa kita adalah para makelar budak yang telah menjual bangsa mereka. Sedangkan umat Islam menjadi lebih mirip dengan budak-budak. Mereka harus berjuang untuk mengembalikan kemerdekaan mereka, akan tetapi para penguasa dan Barat menganggap perjuangan untuk meraih kemerdekaan ini sebagai terorisme.

Maka, apapun bentuk perlawanan terhadap kerusakan penguasa, kekorupannya, keborosannya, kekafirannya, kecurangannya dalam pemilu, serta penindasannya terhadap rakyat—dengan peralatan yang diimpor dari Amerika—kini telah dianggap sebagai teror yang harus diadukan sebagai tindak kejahatan dan pelakunya divonis sebagai penjahat besar.

Upaya apapun untuk menyatukan umat agar bisa bangkit dari kejatuhannya untuk menghadapi Barat, telah menjadi teror.

*****

Andaikata para penguasa kita menjalankan perannya, andaikata penguasa kita bangkit dengan tingkat kebangkitan paling rendah yang tanpa itu seorang penguasa tidak berhak menjadi penguasa, yaitu memelihara rasa aman bagi negara dan rakyat mereka, maka mungkin kita akan bersepakat dengan mereka bahwa setiap perlawanan kepada mereka adalah teror. Andaikata mereka membuka pintu bagi rakyat untuk melakukan perubahan, maka perlawanan terhadap mereka adalah teror. Andaikata… andaikata… andaikata…

*****

Dalam sebuah uji coba akademis yang diterapkan pada sejumlah mahasiswa terbaik yang dipilih, di mana mereka itu belajar di sebuah akademi di Amerika yang meluluskan para hakim, dilangsungkan uji coba sebagai berikut:

Mereka memerintahkan sejumlah mahasiswa untuk membuat penelitian. Mereka sengaja agar tugas penelitian ini membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Tetapi mereka hanya memberi kesempatan dua hari saja kepada para mahasiswa. Mereka memberi kesempatan kepada para mahasiswa itu untuk membuka referensi yang mereka kehendaki di dalam perpustakaan. Mereka menyembunyikan kamera-kamera untuk merekam apa yang dilakukan oleh para mahasiswa itu. Mulailah para mahasiswa berangkat ke perpustakaan berusaha untuk menyelesaikan tugas yang mustahil ini. Tapi, tak lama sesudah itu mereka menyadari bahwa upaya untuk menyelesaikan tugas itu tidak mungkin. Para mahasiswa pun melupakan semua hal yang pernah mereka pelajari. Menghadapi situasi yang tidak wajar, nilai-nilai dan perasaan mereka satu sama lain pun dikebelakangkan. Masing-masing dari mereka pun segera membuka buku-buku referensi, bukan untuk menyempurnakan penelitian, tetapi untuk menyobek halaman-halaman yang dibutuhkan dalam penelitian, lantas menyembunyikannya agar kawan-kawannya tidak bisa memperolehnya. Masing-masing dari mereka mengetahui, adalah mustahil untuk bisa menyelesaikan tugas, oleh karena itu, misi mereka berubah menjadi mencegah orang lain meraih kesuksesan.

Uji coba ini menyimpulkan bahwa apabila seseorang yang normal diletakkan di dalam situasi yang tidak wajar, maka bisa dipastikan tindakan-tindakan yang dilakukannya menjadi tidak wajar.

*****

Apakah Anda melihat adanya korelasi yang nyata? Umat Islam di seluruh penjuru dunia telah diletakkan di dalam situasi yang tidak wajar. Maka, wajarlah apabila reaksi mereka kadang-kadang menjadi tidak wajar.

*****

Namun, aku tidak bermaksud mengibaratkan Mujahid Usamah bin Ladin dengan pengibaratan ini. Tetapi, yang aku maksudkan adalah semua pelanggaran yang terjadi.

*****

Ketika kita mengatakan bahwa ada seseorang yang merokok selama tiga puluh tahun, maka wajar apabila ia terkena kanker paru-paru, maka bukan berarti bahwa kita setuju atau mendukung terjadinya kanker.

Ketika kita mengatakan bahwa Amerika dan Barat selama berabad-abad telah melakukan penindasan terhadap dunia, sehingga wajar bila kemudian terjadi peristiwa 11 September, maka bukan berarti kita mendukung dan merasa senang dengan peristiwa itu. Kita hanya mengatakan bahwa itu sesuatu yang wajar saja. Itu bisa dipastikan terjadi. Sebagaimana mengecam keberadaan kanker tidak akan berguna dalam perumpamaan pertama yang aku kemukakan di atas, tetapi yang bermanfaat adalah mengecam kebiasaan merokok yang berjalan sampai tiga puluh tahun, itulah yang menyebabkan terjadinya kanker. Kecaman di sini akan mendorong orang lain agar tidak mengulangi penyebab, agar tidak akan terulang pula akibatnya. Seperti itulah peristiwa 11 September. Yang berguna hanyalah menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya peristiwa itu, yang akan mencegah berulangnya kejadian itu. Adapun apa yang telah terjadi pada 11 September, maka bukan merupakan terorisme, itu sesuatu yang wajar, akibat yang wajar, seperti wajarnya kanker paru-paru yang menimpa perokok.

*****

Berdasarkan semua ini, kita bisa mengatakan bahwa Usamah bin Ladin, bahkan andaikata ia benar-benar bertanggungjawab atas peristiwa 11 September, bukanlah seorang teroris. Ia telah berupaya untuk melakukan apa yang tidak mampu dilakukan oleh tentara yang belanja senjatanya dalam sepuluh tahun terakhir saja menghabiskan dana 10 miliar dolar. Tentara-tentara yang tidak pernah menembakkan satu pun peluru untuk menjaga stabilitas keamanan bangsa. Yang dilakukan tentara-tentara itu saban hari hanyalah melakukan teror.

Usamah telah berupaya melaksanakan apa yang tidak dilakukan oleh para penguasa, padahal mereka wajib melakukannya. Ia berupaya melaksanakan apa yang wajib dilaksanakan oleh semua bangsa, akan tetapi mereka tidak melakukannya. Ia berupaya untuk menjalankan peran umat.

Ia telah menginfakkan semua hartanya: ratusan dolar untuk berjihad fi sabilillah, kadang-kadang guna menghadapi taghut-taghut yang jelas-jelas atheis, dan kadang-kadang menghadapi keberhalaan yang telah meromawikan gereja.

Ia telah membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan itu tentu merupakan tindakan aneh di mata para penguasa yang biasa mencuri harta Allah.

Ia membekali para mujahid dengan hartanya, sehingga mereka berperang, membunuh dan dibunuh di jalan Allah, sedangkan tentara-tentara kita sibuk membunuhi bangsa kita di jalan Barat.

Jika tentara berhadap-hadapan dengan tentara, tentulah mengikuti aturan-aturan perang merupakan kewajiban dan jangan sampai melibatkan orang-orang sipil. Tetapi, kita menghadapi situasi yang tidak wajar, di mana seseorang menghadapi perampok-perampok yang telah berhasil mengubah para penguasa negerinya menjadi para makelar budak, maka merupakan hal yang wajar bila reaksi yang muncul menjadi tidak wajar.

*****

Pembaca, kini aku sudah mencapai kemungkinan paling puncak. Aku anggap, taruhlah Mujahid Usamah bin Ladin adalah dalang peristiwa 11 September.

Tapi, meski demikian, aku masih meragukan bahwa beliau yang melakukannya. Hanya saja, aku sudah sampai pada batas paling puncak, maka memasuki wilayah lain menjadi tidak penting.

*****

Sekarang kita tidak perlu melihat bahwa para penguasa tidak dipaksa untuk melakukan apa yang mereka lakukan. Sebab, sedikit saja ada tolong-menolong dan persatuan, maka hal itu akan menjadi jaminan untuk mengusir Amerika dan Israel. Namun, mereka tidak melakukannya.

Setiap penguasa memperlakukan negaranya seperti seorang anak kecil abnormal yang manja, yang memperlakukan boneka mainannya. Jika ada seseorang yang hendak mengambil bonekanya itu darinya, ia pun menghancurkan bonekanya itu sehancur-hancurnya.

Tujuan semua penguasa adalah agar ia tetap langgeng dalam kekuasaan, walaupun akibat-akibatnya sangat buruk. Barat mengetahui dan mendorong hal ini. Maka, persatuan antar negara-negara Muslim, menjadi satu kalimat yang paling dibenci oleh para penguasa. Mereka rela menjadi kelompok kecil, sehingga bangsa-bangsa lain mengeroyok kita seperti orang-orang lapar yang saling berebut piring hidangannya, dan tidak ada harapan selain persatuan umat. Tidak ada lagi pelindung selain persatuan umat. Tetapi ketundukan mereka kepada Gedung Putih dan setan adalah lebih ringan bagi mereka daripada ketundukan kepada Allah.

Dalam bayang-bayang kondisi memilukan semacam inilah Usamah bin Ladin datang, ia terguncang oleh apa yang dilihatnya.

*****

Jadi, sekarang marilah kita lanjutkan analisis. Taruhlah kita menganggap bahwa Usamah bin Ladin adalah pelaku teror itu, kemudian melarikan diri ke Afghanistan. Apakah hal ini memberikan justifikasi kepada Amerika, negara adidaya dan terkaya di dunia, untuk melakukan serangan biadab kepada negara termiskin di dunia ini, dan hingga sekarang terus melakukan pembunuhan terhadap ribuan rakyat sipil demi melampiaskan murkanya terhadap semua rakyat sipil!! Ratusan, pasti akan menjadi ribuan, di antaranya adalah keluarga anak kecil yang telah mengoyak-ngoyak hati nurani penulis tadi.

*****

Apakah itu menjustifikasi Amerika untuk melakukan kejahatan, seperti membombardir stasiun-stasiun pembangkit tenaga listrik di sebuah negeri yang terus menderita kekeringan dan kelaparan, sedangkan Amerika tahu bahwa negeri tersebut mengandalkan pompa air dalam mendapatkan suplai air?

Apakah itu menjustifikasi Amerika untuk melakukan kejahatan dengan membombardir lumbung-lumbung bahan makanan milik PBB, supaya ia bisa memonopoli pembagian bahan makanan kepada bangsa Afghan, sehingga ia bisa membuat lapar siapa yang diinginkannya dan memberi makan siapa yang diinginkannya?

Apakah itu menjustifikasi Amerika untuk melakukan kejahatan dengan menjatuhkan bantuan-bantuan pangannya di kawasan-kawasan yang menjadi tempat turunnya pasukan daratnya, dengan tujuan agar orang-orang berduyun-duyun ke sana dan membersihkan kawasan itu dari ranjau dengan diri mereka, sehingga para perampok Amerika itu bisa mendarat dengan aman?

Apakah?

Apakah?

Dan apakah?

*****

Tanpa melihat kepada hukum-hukum agama pun, apakah Amerika mematuhi hukum-hukum internasional? Bush senior divonis telah melakukan kejahatan perang berdasarkan keputusan Pengadilan Amerika karena kejahatan-kejahatannya di Irak, apakah Amerika menyerahkan Bush senior kepada Irak untuk diadili di sana? Apakah mereka mau menyerahkan “Si Penjahat” Sharon? Bahkan, apakah mereka mau menyerahkan Jenderal Prancis yang mengaku telah membunuhi ratusan rakyat Aljazair setelah menyiksa mereka?

*****

Para pembaca, yang terjadi sebenarnya adalah kriminalitas yang dilakukan oleh kekuatan penyembah berhala, yang berlindung di bawah baju agama Masehi, dan ini merupakan teror jahat dan teroris yang menjadikan kita, umat Islam, sebagai sasaran terornya. Dan kita tidak mempunyai harapan selain mengikuti perintah al-Quran untuk bersiap diri dengan kekuatan semampu kita, agar kita bisa menakut-nakuti mereka dengan kekuatan itu.

Adapun terhadap pertanyaan, bagaimana? Maka Usamah bin Ladin telah berupaya untuk menjawab pertanyaan ini. Aku tidak bisa melakukan apapun selain mendoakan semoga ia mendapatkan kemenangan. Tetapi, pertanyaan yang dicoba untuk dijawabnya itu, sebenarnya merupakan pertanyaan yang menjadi tanggungjawab seluruh umat.

*****

Sudahkah kalian baca, wahai para pembaca? Apakah sekarang kalian memahami bahwa persoalan kita bukanlah karena kita melakukan teror, akan tetapi persoalan kita adalah karena kita tidak mampu meneror musuh Allah.

Kita tidak bisa menakut-nakuti mereka, sehingga negeri-negeri dan rakyat kita menjadi sasaran terbuka, kemudian para teroris dengan leluasa melakukan kerusakan, sehingga kita mendapati diri kita dalam keadaan terhina.

Kita tidak bisa menakut-nakuti mereka, sehingga Anda tidak bisa melakukan apapun selain mondar-mandir sepertiku, menyaksikan anak kecil yang keadaannya menyayat hatiku dan juga menyayat hati kalian tadi, tanpa bisa mengulurkan bantuan apapun kepadnya. Anda menyaksikan kedua mata anak itu yang berkilat sebagai pengaduan, yang andaikata dibagikan kepada seluruh penduduk dunia, niscaya mencukupi mereka dan andaikata dibagikan kepada seluruh umat Islam, tentu akan menggiring mereka kepada Jahanam.

*****

Ya, peradaban, kebebasan, demokrasi, modernisasi, pembebasan wanita, hak asasi manusia, dan perang melawan teror.

Semua adalah slogan-slogan yang diangkat oleh anjing-anjing neraka dan kayu bakar neraka dari kedua belah pihak, dari pihak setan yang ada di sana dan dari pihak aliansi utara di sini. Aliansi utara yang oleh musuh kita diciptakan di semua negeri kita yang begitu banyak itu.

Mereka terus mengangkat slogan-slogan ini, sekalipun dengan sedikit saja mempelajari sejarah—aku belum mengatakan: mempelajari agama—cukup untuk mengungkap kejahatan peradaban Barat secara umum, peradaban Rusia merupakan bagian darinya, dan khususnya lagi peradaban Amerika.

Mereka mengangkat slogan-slogan ini, namun mereka tetap berkuasa, seakan-akan mereka tidak pernah menyeret umat ini ke dalam bencana.

Mereka masih mengangkat slogan-slogan ini, namun mereka terus bisa menulis, bahkan melacur.

Para pembaca, sudahkah Anda mengetahui sejauh mana ukuran bahaya yang dibawa oleh kekuatan bodoh, kejam, jahat, zalim, dan barbar ini terhadap seluruh dunia dan terhadap kita?

Bahaya kekuatan Amerika Serikat dan antek-anteknya…

Barat dengan metode jahat dan sarana keji yang dimilikinya menyembunyikan sebagian dari potretnya, seraya menyebarkan keraguan terhadap sisanya. Sampai akhirnya, terjadilah peristiwa-peristiwa itu untuk menunjukkan potretnya secara utuh yang sebelumnya tidak pernah terlihat.

Garaudy mengatakan tentang apa yang dilakukan oleh Amerika terhadap dirinya dan dunia: “Amerika telah berhasil mengubah segala sesuatu menjadi pelacuran.”

Benar sekali apa yang dikatakannya ini!! Segala sesuatu. Sejarah Amerika adalah sejarah penjarahan terhadap negara-negara, pembantaian bangsa-bangsa, dan perbudakan manusia, di mana di pundak mereka berdiri semua pilar kebangkitan setan.

Penjarahan, pembunuhan, perampokan, penjajahan, kebohongan, dan penggunaan standar ganda merupakan karakter asli kepribadian Amerika.

Sementara sampah-sampah Aliansi Utara yang terdiri dari para pengkhianat, koruptor, perampok, dan pedagang candu itu oleh Barat disebut sebagai Mujahidin, maka para Mujahidin sejati justru disebut sebagai Teroris; begitu pula para elit intelektual yang kebarat-baratan itu disebut sebagai intelektual yang didukung oleh media massa nasional dan internasional, sedangkan para ulama umat yang mengemban budaya asli umat yang sesungguhnya disebut sebagai kaum radikalis, teroris, terbelakang, kolot, dan Islam fanatik.

Barangkali, pembaca melihat bahwa pada awal peperangan mereka terhadap Islam, di Afghanistan, mereka meminta bantuan para penjahat, perampok, dan pedagang obat bius!!

Dalam suasana klaim tentang Hak Asasi Manusia, Kemajuan, Peradaban, dan Kemanusiaan, sikap Amerika sungguh sadis dan kejam. Amerika menolak sekadar tawanan dan ngotot untuk membunuhi para pria dan memberi kesempatan kepada antek-antek mereka dari kalangan para Pengkhianat Aliansi Utara untuk melakukan pemerkosaan terhadap para wanita.

Sebagai bagian dari negara-negara Arab, maka diamnya para penguasa Arab sungguh menyedihkan dan nista.

Sampai akhirnya ada dua ibu Muslimah berkebangsaan Mesir, isteri Mujahid, keduanya ditangkap, kemudian diperkosa, disiksa, dan dibakar. Orang-orang kafir dan fajir itu lantas menyatakan bahwa keduanya telah melakukan bunuh diri dengan membakar diri.

Tapi, tidak ada ayah dayyuts yang tergerak. Tidak melakukan pembelaan, tidak mengecam, bahkan juga tidak buka mulut.

Tidak ada satupun organisasi pembela kebebasan wanita atau pembela hak asasi manusia yang ada di seluruh penjuru dunia yang tergerak.

Tidak ada suara apapun yang diteriakkan oleh para pengklaim sebagai pembela hak asasi manusia. Tidak ada seorang pun pejuang kebebasan perempuan yang berbicara. Sedangkan kamera-kamera foto sibuk mengambil gambar wanita lain yang sedang menghias kukunya dan mewarnainya dengan kutek, sambil mengangkat slogan kebebasan perempuan—dengan syarat namanya harus bukan Khadijah—dan slogan hak asasi manusia.

Sebab, terlihat bahwa organisasi pembela kebebasan wanita tidaklah membela kebebasan mutlak, atau kebebasan seperti yang kita pahami, tetapi hanya membela kebebasan seksual saja. Ia adalah organisasi pelacuran wanita, bukan organissi pembebasan wanita. Adapun organisasi pembela hak asasi manusia, hanyalah organisasi yang membela hak-hak orang-orang kulit putih Kristen atau Yahudi.

Dengan peristiwa-peristiwa ini, seluruh kedok Barat yang telah membusuk ini berguguran, satu persatu.

Gugurlah—sebagai contoh—kepalsuan demokrasi di Dunia Barat, dan puncaknya di Amerika Serikat.

Umat ini telah melihat—dan sungguh mengejutkan—bahwa rekayasa, kebohongan, dan manipulasi yang ada pada perilaku aparat keamanan juga terdapat pada demokrasi.

Sebagian penguasa kita, yang terbelakang, sadis, dan bodoh, menggiring rakya mereka dengan tongkat, cemeti, peluru, manipulasi pemilu dan jajak pendapat, mereka melakukan kebohongan secara langsung.

Dulu kita melihat itu sebagai seusatu yang munkar dan sebagian dari kita memandang kepada Barat dengan iri.

Sekarang kita pun melihat bahwa hal serupa pada hakikatnya terjadi pula di Barat, sekalipun bentuknya agak berbeda.

Ya, di Barat terjadi pula hal yang sama, tetapi secara tidak langsung. Dengan cara yang lebih busuk, cerdik, dan licik. Dengan merekayasa kesepakatan dan konsensus. Mereka tidak menggiring masyarakat ke kotak-kotak pemilihan, tidak menghalang-halangi darinya dengan tongkat dan cemeti, tetapi mereka membuat peralatan untuk membentuk opini dan perasaan publik, untuk menyesatkan opini publik, di mana teknik-teknik propaganda serta transformasi budaya berkembang pesat untuk menyerang dunia dan menghancurkan budaya-budayanya.

Kepeloporan Amerika dalam kemerosotan tidak berhenti pada batas tertentu, mereka telah mengubah wajah dunia, menodai alam semesta, dan menghimpun kejahatan-kejahatan orang-orang terdahulu maupun belakangan, sampai-sampai, seni pun tidak mereka luputkan.

“…Joel-Peter Witkin, seorang fotografer, menggunakan jasad-jasad mayat dalam membuat kreasi seninya. Salah satu tema favorit Witkin adalah foto mayat-mayat yang mengenakan sedikit pakaian, dan foto seorang pria yang memasang paku di penisnya (inilah satu-satunya cara yang digunakannya untuk berinteraksi dengan orang lain, begitu sang seniman memberitahu). Witkin hidup bersama istrinya, Chintya, dan kekasihnya, Barbara. Mereka tidur satu ranjang. Ia mempunyai seorang anak laki-laki dari Chintya, yang diberi nama Carson (bayangkan problem kepribadian yang akan dihadapi oleh anak laki-laki yang dihasilkan dari poligami yang kebablasan di lingkungannya, khususnya bila kita telah mengetahui bahwa sang seniman mengakui ia sering melakukan aktivitas seksual bersama karya-karyanya, yaitu bangkai-bangkai!)…”

Kagetkah Anda, pembaca? Resahkah Anda? Terguncangkah Anda?

Tunggu, demi Allah aku tidak mengutip paragraf panjang di atas kecuali karena rasa kasihan aku kepada Anda, supaya Anda agak tenang, tidak terkejut oleh bagian terakhir ucapan Dr. Masiri tersebut:

“Tren aliran seni ini pada akhirnya sampai pada apa yang disebut sebagai Sinful Movies. Aku tidak mengerti apa arti istilah ini, tetapi barangkali dengan menggambarkannya akan bisa memberikan penjelasan tentang substansinya. Ia adalah film yang memadukan antara kekerasan dan seks secara sangat ekstrim. Sering adegannya diakhiri dengan seorang wanita pemeran film ini dalam kondisi orgasme, kemudian ia dibunuh ketika di puncak orgasmenya. Pemandangan seperti ini sudah jamak muncul dalam film-film permisif “biasa”, tetapi dalam Sinful Movies penyembelihan benar-benar dilakukan.

Ya, wanita yang menjadi lakon film itu dibunuh.

Kemudian, disampaikanlah sebuah pesan tentang film ini dengan kalimat yang berbunyi “sebuah pemandangan di Amerika Latin, di mana harga tenaga kerja sangat murah”. Semua orang yang cerdas lagi sadis, cukup bisa memahami isyarat.

Para produser film ini, terdorong untuk memproduksinya dengan melihat dari kacamata kreativitas, kebebasan, dan revolusi…dst. Sebagian intelektual liberalis yang membela kebebasan pendapat absolut melakukan demonstrasi mengecam peran film-film yang menampilkan gambar-gambar semacam ini. Tetapi, surat kabar Wall Street Journal mengecam sikap mereka ini dan menjelaskan kepada mereka bahwa apa yang terjadi hanyalah hasil wajar dari relativitas sebuah karya seni, seksualitas, penolakan terhadap batas-batas apapun atas nama kebebasan dan kreativitas tak terbatas!”

Apakah Anda, wahai pembaca, menjadi demam seperti aku? Apakah Anda terkejut? Apakah Anda terguncang? Apakah Anda merasa mual?

Satu hal yang lebih menyakitkan melebihi rasa sakit ini, adalah perasaan korban sembelihan itu terhadap pengkhianatan sampah-sampah hina para intelektual yang menggembar-gemborkan modernisme dan relativisme, serta mengangkat tinggi-tinggi peradaban Barat seraya memaki Islam.

Di hatiku muncul kepedihan yang tak terperikan. Aku bertanya-tanya: Inikah agama yang mereka inginkan agar kita anut, agar kita mengeringkan sumber mata air Islam untuk mengikutinya? Inikah modernisme yang menjadikan mereka merasa angkuh, sombong, dan memandang rendah kepada kita? Seperti kesombongan setan kafir yang jahat? Seperti kesombongan anjing gila yang tidak merasa tenang sebelum menggigit orang lain guna menularkan penyakit mematikan kepada mereka?

Ya, anjing gila.

Anjing gila, tidak mempunyai kelebihan kecuali satu. Mereka, di dalam Imperium Setan tidak mengaku beriman, mereka mempropagandakan kekafiran dan mengakui bahwa mereka adalah orang-orang kafir atheis.

Karena itu, mereka lebih baik dibandingkan para intelektual modernis yang mengikuti modernisme, relativisme, dan kekufuran yang sama, tetapi mereka menyembunyikan kekufuran itu dan menampakkan keimanan.

Tapi, salah seorang dari mereka lebih buruk daripada anjing gila, ia adalah “Babi Upahan”.

Pembaca, aku sungguh kasihan kepada kalian! Sungguh, aku kasihan, karena betapa pedihnya luka ini!

Aku sungguh dipenuhi rasa iba, karena babi-babi upahan itu telah menipu dan memperdayai kalian dalam jangka waktu yang lama.

Inilah yang dilakukan oleh para intelektual yang kebarat-baratan dan upahan itu.

Babi-babi upahan.

Orang-orang yang telah membolehkan kita mencaci Dzat Ilahi, karena segala sesuatu bersifat relatif.

Orang-orang yang bersekutu dengan musuh-musuh kita untuk menyerang kita, sebagai kompensasi kekayaan, ketenaran, dan kesenangan yang diberikannya.

Orang-orang yang terus mendukung Amerika dalam perangnya terhadap Islam dan umat Islam.

Orang-orang yang tidak sanggup melakukan perlawanan, lantas mereka melakukan tipu muslihat, sehingga masyarakat nyaris membenarkan ucapan mereka dan meyakini bahwa “modernisme adalah keimanan”, “relativisme adalah Islam”, dan “sekulerisme adalah sebuah ideologi yang bisa digunakan untuk beribadah”.

Orang-orang yang tidak mampu membuka sesuatu yang tersembunyi di dalam diri mereka, sehingga mereka menyebarkan pemikiran najis mereka di lembaran-lembaran surat kabar, majalah, film, dan sinetron televisi; dalam pengubahan kurikulum pengajaran serta pengawasan terhadap para khatib di masjid-masjid agar tidak mempermalukan mereka dan mengungkap jati diri mereka.

Seekor babi upahan di antara mereka adalah yang memperoleh jatah “tiga juta dolar” yang diberikan oleh Amerika secara khusus sebagai suap bagi para intelektual agar mereka mendukung sikap Amerika dan memperburuk citra Islam, Taliban, Usamah bin Ladin.

Pembaca, aku sungguh iba kepada kalian. Rasa iba yang memedihkan. Aku iba kepada kalian. Atas kepedihan dan kepayahan yang harus ditanggung oleh pembaca sampai ia bisa merasa tenang bahwa penulis yang tulisannya sedang dibacanya itu bukan sekadar babi upahan. Aku iba kepada siapa di antara Anda semua ini yang berpayah-payah mencapai fakta sementara orang yang dipercayanya di perjalanan justru menyesatkannya. Aku merasa iba terhadap siapa yang bersusah-susah dalam rangka membersihkan dirinya dari kotoran babi upahan. Dan aku lebih kasihan kepada orang-orang yang disesatkan jalan, sehingga mereka rugi di akhirat.

*****

Kisahnya panjang dan pahit. Sepanjang waktu, Barat berusaha untuk memanipulasi dan menyembunyikannya. Tetapi, ia telah melakukan kesalahan den kejahatan yang sama, satu kesalahan demi satu kesalahan, satu kejahatan demi satu kejahatan. Karena itu, meski disertai dengan manipulasi, kebohongan, dan distorsi, kita masih bisa membaca sejarah di masa lalu, untuk melihat apa yang terjadi sekarang.

Barat belum bertobat dari kejahatan-kejahatannya. Ia melanjutkan pengabdiannya kepada setan, dengan tekad tak kenal kendur dan dendam yang tak pernah terpuaskan. Amerika yang telah membunuh jutaan manusia itu tidak pernah melupakan 18 tentara Amerika yang dibunuh di Somalia, 18 tentara yang dibunuh karena melakukan penganiayaan dan membunuh ratusan rakyat Somalia. Peristiwa yang sama juga terjadi di Irak, Afghanistan, dan di negara mana pun di Dunia yang berani menentang. Metode Setani yang sama, yang lebih suka membunuh daripada menawan, lebih memilih membombardir dan menghancurkan musuh daripada menerima penyerahan diri dan pengunduran. Irak sudah mundur dari Kuwait sejak sepuluh tahun lalu, tapi pemboman dan penghancuran sampai sekarang tidak pernah berhenti.

Kesalahan terbesar Amerika adalah ia telah membuka aib Peradaban Barat yang buruk dan menjelaskan betapa hina dan rendahnya peradaban ini. Amerika tidak bersikap angkuh dan merendahkan kepada kita kecuali karena kita telah meninggalkan jihad fi sabilillah, karena kita merujuk kepada Islam, bukan kepada Perserikatan Bangsa-bangsa, yaitu merujuk kepada halal dan haram, bukan kepentingan.

Andaikata Barat Salibis ini mendapati Dunia Islam dalam keadaan siap siaga dalam arti yang sebenar-benarnya untuk melakukan perlawanan dan peperangan yang sesungguhnya, tentulah keangkuhan itu akan berubah menjadi pujina, dan sikap merendahkan itu menjadi kemunafikan. Hendaklah kalian mengingat lagi apa yang terjadi pasca perang Oktober ’73.

Sebenarnya, Barat tidak melihat ada pilihan di hadapannya. Sebagaimana kita harus berjihad menghadapinya, ia juga harus berperang menghadapi kita. Dalam akidah Islam, dan hanya dalam akidah Islam, terdapat hal-hal yang menolak semua kebohongan peradaban Barat. Menolak semua fondasi peradaban yang berupaya untuk mengubah manusia menjadi binatang dan dunia menjadi rimba belantara.

Ya.

Hubungan antara Peradaban Islam dengan Peradaban Barat, ibarat hubungan antara cahaya dan kegelapan. Keduanya tidak bisa hidup bersama. Salah satunya harus mengalahkan yang lain. Konflik peradaban ini benar-benar nyata. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang bodoh atau yang bersekongkol dengan musuh. Tetapi, kemenangan Islam membawa serta peradabannya yang memberikan perlindungan kepada pihak lain secara terus-menerus, bahkan melindungi keyakinanya. Adapun Barat, maka tidak mengenal selain kata “mengikuti” atau “hancur total”.

Kita tidak mengingkari kedudukan, posisi, dan andil Barat. Tetapi, ia harus kembali kepada kapasitas wajarnya, tidak lebih dari itu.

Kemenangan cahaya atas kegelapan dikendalikan oleh hukum-hukum sunatullah. Karena itu, kemenangan itu hanyalah berarti terungkapnya segala manipulasi dan fakta dan padamnya beberapa hal, kemudian ia membiarkan manusia untuk melakukan pilihan sendiri dan berjuang bukan dalam rangka menjajah atau memusnahkan, tetapi untuk memberikan kebebasan kepada hamba untuk beribadah kepada Allah.

Adapun keberhasilan kegelapan mengalahkan cahaya, tidak mungkin dikendalikan kecuali dengan norma-norma campur aduk dalam logika pragmatis. Karena itu, itu tidak mungkin terjadi kecuali dengan mencabut akar percikan cahaya ini dan mengeringkan sumber-sumbernya. Jika hati orang-orang Mukmin merupakan tempat penyimpanan percikan dan sumber cahaya ini, maka Barat pun harus menumpas mereka, dengan korban benda dan nyawa berapapun. Sekalipun ada kesenjangan nyata dalam hal kekuatan yang lebih kuat di pihak Barat, tetapi ini juga merupakan perkara yang mustahil untuk dilaksanakan oleh Barat. Ketidakmampuan ini sendiri juga mengandung faktor paling besar di antara benih-benih kehancuran peradaban Barat yang palsu ini.

Peradaban Setan, dalam Imperium Setan.

Sekarang, semua penutup mata telah tersingkap, semua keraguan telah musnah, dan keyakinan semakin dekat.

Sekarang, mereka mengakui telah mengobarkan Perang Salib kepada kita.

Aku katakan: mereka mengakui.

Sebab, mereka tidak pernah satu hari pun berhenti mengobarkan perang ini, sejak berpuluh-puluh abad yang lalu, sejak perang Mut’ah.

Sekarang, kita memasuki kancah peperangan yang tidak kita inginkan, tetapi dipaksakan kepada kita. Kita memasukinya, sedangkan kebanyakan penguasa dan pasukan kita berdiri di barisan musuh dalam menghadapi bangsanya, umat Islam. Kita memasukinya, sedangkan para penguasa kita tidak melakukan kewajiban paling rendah pun yang membuat seorang pemimpin layak disebut sebagai pemimpin: yaitu melindungi negeri dari serangan musuh. Para penguasa kita justru telah membuka lebar-lebar negeri-negeri kita untuk musuh dan melindungi musuh dari gangguan kita.

Sekarang kita memasuki kancah Perang Salib yang mereka proklamirkan kepada kita, sedangkan kita dalam titik kesiapan yang paling rendah. Para penguasa lalai dan berkomplot dengan musuh, umat Islam tersingkir oleh kebodohan atau disingkirkan dengan paksa, sedangkan elit intelektual setali tiga uang dengan para penguasa dan musuh. Elit intelektual adalah orang-orang yang sesat dan menyesatkan, yang menjadikan puncak obsesinya adalah agar umat Islam menjauhkan diri dari agama Allah, memperburuk citra segala kemuliaan, mengotori segala kehormatan, serta memuja-muja para pengkhianat dan antek musuh. Ini sendiri merupakan salah satu tanda-tanda kiamat kecil, sebagaimana dikabarkan kepada kita oleh penghulu para makhluk, Rasulullah saw: “Orang-orang fasik dihormati dan orang-orang mulia dihinakan.” Inilah kelompok yang dengan sukacita menerima ramalan-ramalan Dajjal Yahudi, Nostradamus, tetapi mereka akan berpaling apabila kita sampaikan kepada mereka ramalan-ramalan Rasulullah saw, penghulu para makhluk.

Kita memasuki kancah Perang Salib setelah api berkobar membakar saudara-saudara kita di Afghanistan, Palestina, Chechnya, Kashmir, Filipina, …, … dan sebagainya. Api itu membakar semua klaim Peradaban Barat, meruntuhkan kepalsuannya, dan membuka semua kedok sehingga memperlihatkan wajah setan yang sesungguhnya, lantas menampakkan kepada dunia, sebelum menampakkan kepada kita, bahwa sebenarnya yang kita hadapi bukanlah Mr. Bush, Kolonel Powell, atau Si Beo Blair, tetapi yang kita hadapi adalah “Bush Khan”, Powell Lank”, dan “Blair A’raj”, bukan dalam Perang Peradaban, tetapi dalam Perang menghadapi serangan Barbar dan Sadis tentara Tartar terhadap peradaban. Sekalipun hari ini kita diporakporandakan, namun suatu hari kelak, kita pasti bangkit untuk menyelamatkan Dunia, sebagaimana sudah sekian lama, kita dulu menyelamatkannya dan akan kita hadapi orang-orang barbar dan bengis itu, dan insya Allah kita akan mengalahkan mereka.

Mereka tidak pernah lupa, tetapi kita tidak pernah belajar. Mereka telah mengadakan pekan olimpiade di Spanyol pada tahun 1992, sebagai perayaan 500 tahun ditariknya pasukan Islam dari barat Eropa, ketika Granada jatuh (897 H/1492 M). Pada masa itu, bangsa Serbia adalah yang memukul mundur Islam dari jantung Eropa (sedangkan kita ikut serta bersama mereka dalam pesta berdarah mereka dengan Baghdad dan Palestina di Madrid). Menteri Penerangan Serbia, ketika itu menyatakan bahwa apa yang terjadi merupakan pembukaan dari rangkaian Perang Salib baru terhadap Islam.

Para elit intelektual kita tetap membisu, pada saat itu tidak mengatakan bahwa ini merupakan ketergelinciran bicara.

Persoalannya selalu jelas, yaitu bahwa ini soal Perang terhadap Islam.

Tapi kita ikut bersama mereka dan bersekutu dengan mereka dalam rangka memerangi diri kita. Kita melupakan tragedi-tragedi yang kita alami sebagai bagian dari mata rantai pertarungan antara proyek imperialisme Barat dengan Islam beserta umatnya, alamnya, dan peradabannya.

Aku tidak tahu, bagaimana sebagian penguasa dan sebagian besar tokoh elit kita berupaya menipu kita tentang semua itu. Bagaimana hati, akal, nurani, dan agama mereka bisa menuruti mereka untuk menipu bangsa mereka bahwa tidak ada kemungkinan yang lebih baik daripada yang telah ada.

Musuh-musuh kita tidak melakukan upaya apapun untuk menyembunyikan kemauan mereka, mereka sungguh mengakui, bukan karena kemuliaan jiwa atau ketulusan hati mereka, tetapi sebagai penghinaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh penjagal ketika menyembelih kambing, sedangkan ia tahu bahwa waktu untuk melakukan perlawanan telah lewat, sekalipun si kambing mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya.

Betapa menyedihkan dan menghinakan, jika Bush mengakui bahwa perang yang dikobarkannya adalah Perang Salib, tetapi para profesor Al-Azhar berlomba-lomba untuk menampik bahwa ini merupakan Perang Salib.

Seorang yang mempelajari sejarah, bahkan juga yang mempelajari politik, tidak akan keliru menilai bahwa ini merupakan Perang Salib, sekalipun Bush belum menyatakannya.

Setidaknya, selama abad terakhir ini, para penguasa kita telah berkhianat terhadap Allah dan agama, tetapi umat Islam tidak mempunyai fatwa yang syar’i, benar, dan disepakati untuk melakukan perlawanan terhadap mereka.

Tetapi, keadaan sekarang berubah. Dengan dilancarkannya Perang Salib yang dimulai oleh Bush, maka menjadi jelaslah bahwa kerjasama apapun yang dilakukan oleh penguasa Muslim dengan Amerika merupakan tindakan nyata yang menurut fatwa ulama menyebabkan penguasa itu harus dilawan dan digulingkan. Juga dengan membesarnya kekuatan militer di Dunia Islam, yang merupakan pembesaran yang ditopang dan didukung oleh Amerika Serikat, serta bersamaan dengan banyak terjadinya aksi-aksi bom syahid di Palestina, yang telah memberikan contoh paling menakjubkan bagi seluruh dunia, khususnya bagi dunia Islam, mengenai efektivitas aksi-aksi bom syahid; dalam suasana seperti ini aku khawatir aksi-aksi bom syahid akan berkembang ke seluruh kawasan Dunia Islam untuk melawan para penguasa yang bekerjasama dengan Amerika dalam menginvasi Afghanistan, di mana tidak ada tuduhan apa pun dan selemah apa pun yang patut diarahkan kepadanya, semacam tuduhan yang ditimpakan kepada Irak.

Kita memasuki peperangan yang dikobarkan terhadap kita. Dalam peperangan ini, kita harus membela apa yang harus kita bela, yang dalam peperangan-peperangan sebelumnya tidak pernah kita bela. Barangkali, menurut ukuran duniawi, kondisi kita terlihat mengenaskan. Tetapi, kita sedang bergerak menuju janji Allah. Menuju berita-berita yang pernah dikabarkan oleh Al-Musthafa saw.

Ya, kita sedang bergerak menuju janji Allah. Menuju kabar-kabar gembira dan janji yang benar bahwa kekhalifahan dengan minhaj nubuwwah akan kembali berlaku. Semua ini merupakan kabar gembira.

Perang ini pasti terjadi, tidak mungkin dihindari.

Karena mereka tidak bermaksud memerangi teror, tetapi memerangi Islam.

Yang mereka maksud adalah Al-Quran.

Mereka tidak akan pernah ridha kepada kita kecuali bila kita mengikuti agama mereka.

Ya, bukan semata penyerahan Usamah bin Ladin atau serangan kepada Taliban, tetapi yang dimaksudkan adalah menyerang Islam.

Bahkan, bagi mereka sendiri, Al-Quran adalah kitab suci teroris.

Tidak ada jalan keluar atau solusi jalan kompromi.

Ia adalah perang dengan klaim mereka sebagai pengusung Salib sedangkan kita mengusung Al-Quran.

Ini adalah keadaan di mana setiap Muslim akan merasakan dirinya siap untuk menyongsong kesyahidan.

Inilah benteng tempat berlindung Barat selama seribu tahun membunuhi kita dari baliknya, sampai akhirnya si Bodoh Bush datang membangunkan kembali kesadaran kita.

Ya…

Janji yang benar segera datang.

Biarkan Bush mengobarkan Perang Salib kepada kita…

Kita pasti membela panji-panji Al-Quran.

Dan kita pasti meraih kemenangan, insya Allah.

Jelas, Amerika menipu kita.

Penipuan besar-besaran, sempurna, dan paripurna.

Penipuan mutlak, penipuan orang yang tidak memiliki nurani, norma, dan prinsip. Penipuan yang dilakukan oleh orang yang sepanjang sejarahnya tidak pernah sekalipun mengatakan: ‘Aku takut kepada Allah!!’ Sekali saja tidak pernah.

Satu generasi saja tidak pernah.

Mungkin, satu orang pun tidak pernah…

Mungkin saja—sejak atau setelah seratus tahun berlalu, yang jelas bukan sekarang—kita bisa menipu Amerika, sekalipun hanya sepersepuluh tipuannya kepada kita.

Tetapi, bisakah kita menipu Allah?

Bisakah kita terus menipu diri kita dan mempercayai para pemimpin kita serta kaum elit intelektual yang menyimpang, serta klaim bahwa apa yang terjadi sekarang ini bukan perang terhadap Islam?

Persoalan ini bagi aku dan kalian, wahai masyarakat Muslim, bukan semata-mata persoalan Palestina, Afghanistan, atau Chechnya.

Ya, bagi aku dan kalian, bukan persoalan di luar diri kita.

Persoalannya—wahai pembaca—ada pada diri Anda.

Ada di dalam relung terdalam diri Anda, bahkan seakan-akan ia tidak terkait dengan siapapun selain Anda, seakan-akan tidak ada manusia dan siapa saja sepanjang sejarah yang bertanggung jawab selain Anda sendiri.

Ketika Allah bertanya kepada Anda tentang sikap Anda terhadap peperangan terhadap Islam, ‘Apa yang telah Anda lakukan?!’

Tidak ada seorangpun yang bisa mewakili Anda menjawab pertanyaan ini. Tidak ada seorang pun yang akan memikul dosa Anda. Tidak akan ada seorang pun yang mengikat ikatan Anda. Dan tidak ada seorang pun yang mengadzab dengan adzabmu.

Maka, berlarilah kalian kepada Allah.

Jika Anda ingin bertanya kepadaku, ‘Mana buktinya, mana petanya, mana petunjuknya,’ maka aku akan membalikkan pertanyaan kepada Anda: Semua itu ada pada Anda, Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya saw.

Aku tidak akan mengatakan kepada Anda: Selamatkan Al-Quran dan As-Sunnah, tetapi aku katakan kepada Anda: Selamatkan diri Anda dengan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Jika Anda terus bertanya, Anda akan mendapatiku sibuk dengan diriku sendiri daripada mengurus pertanyaan Anda. Bagaimana aku bisa menyelamatkan diri dari kehinaan dunia, kenistaan akhirat, dan aib wujud ini kepada kemuliaan kehidupan abadi seraya mencari jalan bagaimana di celah-celah itu aku bisa berlari menuju Allah seraya berteriak: Tolonglah diriku, tolonglah diriku, tolonglah diriku!

Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Itulah persoalannya.

Mereka ingin kita tinggalkan Kitab Allah.

Mereka ingin kita menjauh dari Sunnah Rasulullah saw.

Mereka ingin kita mencampakkan warisan keagamaan kita.

Bukan hanya meninggalkan, menjauhi, atau mencampakkan saja, tetapi kita harus melihatnya—astaghfirullah, aku memohon ampun kepada Allah—dengan perasaan gengsi, angkuh, dan merendahkan; kita harus mencap orang yang konsisten berpegang teguh padanya sebagai terbelakang, kolot, fundamentalis, sok Islam, dan teroris.

Yang mereka kehendaki, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Abdul Wahhab Masiri adalah: Mencampakkan seluruh hubungan semula seperti hubungan kekerabatan, afiliasi kepada suku, hubungan langsung dengan karakter, serta menempatkan hubungan non individu semata sebagai penggantinya berdasarkan fondasi kesepakatan dan kemanfaatan.

Itulah yang diinginkan oleh Barat dari kita. Di hadapan setiap Muslim di dunia ini tidak ada pilihan selain melawan modernisme mereka, karena jika tidak maka ia termasuk orang-orang yang dimaksudkan dalam Al-Quranul Karim, dalam ayat: “Janganlah kalian menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.” Kebetulan, media massa resmi dan semi resmi selalu menafsiri ayat ini dengan makna yang bertentangan dengan makna aslinya. Menurut makna asli ayat ini, yang dimaksud “kebinasaan” adalah “sibuk dengan kepentingan-kepentingan dunia dan menghentikan jihad fi sabilillah”. Astaghfirullah, aku telah keliru. Karena, ayat ini ditujukan kepada para sahabat mulia—semoga Allah meridhoi mereka—dari kalangan Anshar yang ada di Madinah, ketika mereka berkata satu sama lain setelah terjadinya kemenangan Islam, bahwa mereka dulu telah sibuk berjihad dan melupakan aktivitas pengembangan harta, maka setelah Islam meraih kemenangan, maka mereka harus kembali menekuni perdagangan mereka.

Astaghfirullah.

Satu ayat yang ditujukan kepada manusia-manusia semacam mereka, dijadikan sebagai argumen untuk menguatkan golongan modernis kebarat-baratan, padahal tidak ada ayat yang pantas untuk menjadi argumen mereka selain ayat-ayat yang berbicara tentang setan.

Dengan sangat ringkas, aku katakan bahwa yang diinginkan dari kita adalah meninggalkan agama kita dan mengikuti agama mereka.

Itulah angin topan.

Di hadapan kita tidak ada pilihan selain menyelamatkan diri dari angin topan ini dengan mengakrabkan diri dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, dan itu persoalannya.

Persoalannya bukanlah karena kita memusuhi mereka. Persoalannya adalah karena mereka memusuhi kita.

Persoalannya bukanlah karena kita memaksakan nilai-nilai kita kepada mereka, tetapi persoalannya adalah mereka hendak memaksakan kekafiran dan dosa kepada kita. Jika kita tidak kafir, maka kita akan menjadi musuh bagi modernisme yang merupakan fondasi peradaban Barat, karena itu mereka harus mengobarkan Perang Salib terhadap kita.

Perang Salib… Al-Quranul Karim dan Hadits Nabi yang mulia telah mengingatkan kita mengenainya. Para panglima mereka, satu demi satu telah mengakuinya, dan yang terakhir mengakui itu adalah Bush dan Berlusconi. Satu persatu pula, para Paus, filosof, penulis, dan pemikir mereka mengakui hal itu. Satu persatu, para ulama, penulis, dan pemikir kita yang telah dibersihkan oleh Allah dari kekuasaan, juga telah mengingatkan kita. Tidak ada yang menenangkan kita selain para penguasa kita dan sejumlah elit kaum Sekuleris yang kebarat-baratan, modernis, sisa-sisa kaum komunis, kaum oportunis, dan para pencuri. Merekalah yang mengatakan bahwa ini bukan perang terhadap Islam.

Ini perang terhadap Islam. Ya, itulah hakikat yang hendak disembunyikan oleh para penguasa kita dari penglihatan kita, sehingga yang terlihat di mata kita adalah sentimen ras yang anti Islam belum pernah terjadi kecuali sesudah 11 September.

Semua itu merupakan kebohongan dan cerita dusta.

Sentimen anti Islam telah ada sejak 1400 tahun lalu, atau kurang sedikit, ketika negara Byzantium dikejutkan oleh pesatnya perkembangan Islam di berbagai kawasan yang dulunya berada di bawah kekuasaan mereka. Penduduk wilayah-wilayah tersebut secara berbondong-bondong masuk Islam dan menjadi pembela-pembela Islam yang militan. Orang-orang Byzantium takut bila Islam tersebar di tengah penduduk mereka, sehingga mereka mengerahkan ribuan pastor, pendeta, dan misionaris untuk menaku-nakuti orang-orang Byzantium dengan Islam dan membuat cerita-cerita palsu untuk mencemarkannya. Upaya-upaya yang dilakukan secara kontinyu ini tidak pernah berhenti sesaat pun. Kebusukan yang lahir sejak 1000 tahun itu terus bertambah busuk bersama bangsa Romawi.

Sesudah itu, kita belum bisa mengungkapnya!!

Jadi, pandangan Barat terhadap kita, selama beberapa abad adalah sama…

Seribu tahun lalu, seratus tahun lalu, sekarang, dan seratus tahun mendatang. Adapun benturan peradaban yang diciptakan oleh Samuel P. Huntington dan dikagumi oleh para tokoh intelektual, bukanlah sesuatu yang baru kecuali bagi mereka.

Bagi kita, penemuan pertama mengenai benturan peradaban itu telah disebutkan dalam Al-Quran sendiri.

Jadi, ini bukan kesalahan ucap, dan berbagai peristiwa yang terjadi sesudah itu seperti pelanggaran hak orang-orang Muslim, bukanlah sebuah penyimpangan, tetapi merupakan suatu prinsip yang para penguasa kita berusaha untuk menipu kita mengenainya.

Pembaca, sudah tentu mereka yang ikut serta dalam konspirasi ini haruslah orang-orang yang berteriak keras tentang terjadinya konspirasi.

Tentu, kita akan mengalami kekalahan demi kekalahan apabila kita memasuki kancah peperangan melawan musuh-musuh kita, sementara para penguasa kita beserta tentaranya, elit intelektualnya, media massanya, penulis-penulisnya, pemikir-pemikirnya, para wartawan yang diizinkan untuk menulis, dan para pemilik media massa kita, semuanya berdiri di barisan musuh dalam memerangi umat.

Mereka semua adalah Majusinya umat ini. Mereka adalah Aliansi Utara yang tidak akan segan-segan memperlakukan umat ini sebagaimana Aliansi Utara memperlakukan rakyat Afghanistan. Mereka bersiap untuk melakukan apapun. Mereka tidak memiliki rencana apapun untuk menyelamatkan umat ini dari nasib buruk yang dialaminya. Satu-satunya rencana mereka adalah memerangi Islam dan umat Islam yang menjadikan kita berlindung secara hina di balik istilah-istilah yang mereka peroleh dari arsip-arsip intelijen Barat, seperti Fundamentalis, Ekstrimis, dan Radikalis, padahal Islam hanyalah satu, syariat di dalamnya bersifat baku, sekalipun pemahamannya berubah-ubah.

Mereka memerangi siapa yang mengucapkan: Tiada tuhan selain Allah.

Mereka berperang dalam rangka membuat kita rela mengucapkan: Tiada tuhan selain Amerika.

Dalam kerangka ini, dimulailah peperangan dahsyat terhadap Usamah bin Ladin dan Taliban.

Persoalan Usamah bin Ladin, Taliban, atau Afghanistan, bukanlah persoalan sesungguhnya. Persoalan sesungguhnya jauh lebih besar, lebih luas, dan lebih berbahaya daripada itu.

Tetapi, ini peperangan terhadap Islam.

Andaikata tidak ada Taliban, tentu yang menjadi sasaran adalah gerakan lain, dan itu akan terjadi…

Andaikata tidak ada Usamah bin Ladin, tentu yang menjadi sasaran adalah salah satu dari satu miliar atau seperempat miliar orang yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan itu akan terjadi.

Ini bukan perang terhadap Bin Ladin dan Taliban.

Ini perang terhadap Islam.

*****

Pembaca! Sekarang…setelah kalian membaca.

Siapakah sebenarnya yang penjahat?!

Siapakah sebenarnya yang teroris?

Bush, ataukah Usamah bin Ladin?

Rakyat Amerika Serikat ataukah rakyat Taliban?

Aku tidak mengarahkan pertanyaan ini kepada orang Muslim manapun, karena setiap Muslim mengerti jawabannya tanpa perlu ada tanya jawab. Aku juga tidak memaksudkannya kepada rakyat atau pemerintahan Barat yang telah dirasuki oleh setan. Tetapi, pertanyaan ini aku tujukan kepada para sekuleris kita, westernis kita, dan anggota-anggota Aliansi Utara yang ada di negara kita.

Sebab, meskipun kiranya mereka benar-benar telah meninggalkan agama ini, namun fakta-fakta peradaban Barat yang mereka klaim itu tidak juga membenarkan Amerika untuk menjadi jaksa penuntut sekaligus sebagai hakim, melemparkan tuduhan tetapi tidak mampu membuktikannya. Semua korelasi yang dikemukakannya bukan saja merupakan sebuah kenaifan, atau penghinaan terhadap akal umat Islam, tetapi juga merupakan kenistaan bagi dirinya sendiri. Persis, sebagaimana dulu, mereka menganggap ucapan: “Aku telah bertawakal kepada Allah”, dalam tragedi pesawat Mesir yang mereka jatuhkan itu sebagai korelasi yang menunjukkan adanya aksi bunuh diri, di mana selanjutnya mereka menghimpun bukti-bukti yang sama sekali tidak bisa membuat anak kecil pun percaya, lantas mereka menginstruksikan kepada seluruh dunia untuk percaya kepada mereka secara gaib.

Instruksi-instruksi dikeluarkan kepada para penguasa kita, lantas mereka pun patuh.

Adapun surat kabar, majalah, dan televisi, sudah dipenuhi dengan badai kebusukan lama yang sudah ada sejak seribu tahun lalu. Kebusukan yang diciptakan oleh para orientalis, misionaris, pastur, dan pendeta.

Dimulailah serangan terhadap Usamah bin Ladin.

*****

Para pembaca, ini bukan kebaikan, melainkan sesuatu yang mengerikan.

Sebab, kita harus mempertanyakan sekarang:

Apakah tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada Syaikh Usamah bin Ladin?

Apakah sandaran yang digunakan untuk menilai beliau?

Undang-undang modernisme?

Atau Kitabullah dan sunnah Rasul?

*****

Usamah bin Ladin, semoga Allah meridhoinya. Ya, semoga Allah meridhoinya. Ia telah membalik potret yang telah lama ada di Dunia Islam sejak beberapa abad, atau dengan kalimat yang lebih tepat, membenarkannya setelah sebelumnya dibalikkan. Tetapi, karena tekanan hebat dan waktu yang lama, kita telah menganggap potret yang terbalik itu sebagai bentuk kenyataan yang sesungguhnya.

Ya, potret yang ada di setiap negara di Dunia Islam adalah bahwa seluruh umat ini harus dikorbankan demi satu orang saja, yaitu penguasa, sekalipun nama-nama penguasa ini berubah-ubah. Keadaan terus berlangsung seperti ni, sampai datangnya sang pahlawan dan mujahid ini, lantas ia mengorbankan dirinya untuk umat secara keseluruhan, maka kita pun terkesima!

Penulis, bersama-sama dengan beberapa kawan, menyaksikan pahlawan kita ini di layar televisi, lantas salah seorang dari kami menelepon: “Ya Allah, kumpulkanlah kami bersamanya!”

Yang lain mengatakan: “Kita adalah generasi yang belum pernah melihat sahabat Rasulullah saw. Aku kira, keadaan, kewibawaan, dan keimanannya seperti mereka.”

Aku berkata dalam hati: “Anda, wahai mujahid, wahai orang mukmin, berada dalam keadaan puncak pengharapan yang didambakan oleh seorang mukmin, keadaan yang dilukiskan oleh Penghulu Manusia, Rasul kita, Al-Musthafa, bahwa seluruh keadaan orang mukmin adalah baik.

Sekarang—walau bagaimanapun keadaannya—Anda telah mendapat kemenangan.

Andaikata mereka berhasil membunuhmu, maka Anda telah meraih mati syahid, agar darahmu kelak menggerakkan roda sejarah seribu tahun sesudah Anda. Darah sucimu akan mengulangi sebuah peristiwa berdarah, gugurnya Penghulu para Pemuda Syrga, Imam Husain, di Karbala, ketika beliau gugur sebagai syahid agar kesyahidannya itu menggerakkan sejarah hingga sekarang.

Andaikata mereka mampu menawanmu, itu pun tentu akan menjadi bencana bagi mereka.
Jika Allah menganugerahkan kemenangan kepadamu, maka itu merupakan kemenangan di dunia dan akhirat.

Keadaaan Anda, semuanya baik, sedangkan keadaan mereka, semuanya buruk.”

Seorang kawanku yang beragama Nashrani mengejutkanku, ketika ia berkata kepadaku bahwa ia memasang gambar Usamah bin Ladin di tumahnya. Tampaknya ia mengerti keterkejutanku itu, sehingga ia berkata:

“Tidak ada manusia ini yang menjadi perwujudan dari keagungan, kesucian, dan kekudusan Yesus, kecuali wajah Usamah bin Ladin, karena itu aku menempelkan foto itu di rumahku.”

Ide ini cukup mengejutkan, tetapi tak lama kemudian aku memahami bahwa ide ini benar-benar wajar.

Sebab, Anda, wahai mujahid, lebih dekat kepada Islam daripada penguasa Muslim dan ulama penguasa, serta lebih dekat kepada Al-Masih dan Musa as daripada sebagian orang yang mengaku sebagai pengikutnya.

Aku sempat berpikir, mungkinkah Al-Masih as menyetujui apa yang dilakukan oleh Bush? Mungkinkah Musa as menyetujui apa yang dilakukan oleh Sharon, begitu juga Bani Israel? Mungkinkah kedua rasul ini setuju dengan penghancuran satu negara dan dikobarkannya Perang Dunia hanya karena satu tuduhan yang belum dibuktikan?

Jika Bush yang telah menyatakan bahwa dirinya sedang memimpin Perang Salib baru itu tidak mengikuti wasiat-wasiat Al-Masih; jika teroris dan penjahat Sharon mendustakan Nabi Musa; jika demikian, jika keduanya tidak melaksanakan wasiat kedua rasul itu, tidak melaksanakan agama kedua rasul itu, dan tidak beribadah kepada Allah yang Esa, Tuhan kedua rasul itu; maka bisa dipastikan bahwa keduanya sedang melaksanakan wasiat-wasiat setan dan beribadah kepada setan.

Ada satu pertanyaan yang terus menghantuiku:

Usamah bin Ladin menuntut dua hal—di mana ini merupakan kejahatan sesungguhnya yang karenanya Amerika memeranginya—pertama: penarikan pasukan Salib dari negeri-negeri Arab. Tuntutan ini sebenarnya bukan merupakan tuntutan Usamah bin Ladin, melainkan perintah Nabi dan merupakan fardhu agama. Tuntutan kedua adalah: keamanan di Palestina.

Jika pelaku kejahatan, kezaliman, dan kemusyrikan berhak memerangi Usamah lantaran kedua tuntutannya ini, persis seperti perampok dan pembunuh yang memusuhi korban perampokan dan pembunuhannya, aku katakan jika mereka berhak untuk memusuhinya, mengapa kita ikut-ikutan memusuhinya pula; mereka mengusirnya, tapi mengapa kita ikut-ikutan mengusirnya; mereka memeranginya, tetapi kenapa kita ikut-ikutan memeranginya, sedangkan dia—demi Allah—wahai umat Islam: tidak ada yang mencintainya selain orang mukmin dan tidak ada yang membencinya kecuali orang munafik?

Aku bertanya kepada diri sendiri, andaikata Allah swt membangkitkan Umar bin Khaththab ra dalam keadaan hidup di tengah-tengah kita, apakah permusuhan yang dilakukan oleh para penguasa kita kepadanya akan lebih sedikit dibandingkan permusuhan mereka terhadap Usamah bin Ladin?

Aku dapati, diri ini tidak bisa menjawab, tetapi aku bersumpah:

Demi Allah, andaikata Umar bin Khaththab kembali hidup di tengah-tengah kita, niscaya mereka akan melemparkan tuduhan-tuduhan yang sama kepadanya dan memeranginya dengan cara yang sama, bahkan peperangan yang lebih hebat, serta mereka pasti menyerahkannya kepada Amerika…!!

Nyaris saja aku berteriak: Demi Allah, andaikata Allah swt mengutus Muhammad saw niscaya sikap para penguasa kita tidak akan berbeda sedikitpun.

Rabbi, mereka adalah para mujahid yang telah berhijrah kepada-Mu untuk menyelamatkan agama mereka, maka janganlah Engkau abaikan mereka dan berikanlah pertolongan kepada mereka, wahai Rabb seluruh alam. Tiada pertolongan, kecuali dari-Mu jua.

Rabbi sungguh Engkau tetap berada di dekat siapa yang menyakiti-Mu, maka kami memohon kepada-Mu kasih sayang-Mu kepada siapa yang disakiti karena-Mu.

Bagi kita dan setiap Muslim, tidak dibolehkan menghukumi seseorang kecuali berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Kitabullah, Sunnah Rasul, dan syariat Islam tidak menghukumi manusia berdasarkan hal-hal yang masih kabur.

Sekali lagi, itulah persoalannya.

Yang diinginkan adalah manipulasi tuduhan, bukan pembuktian tuduhan.

Jika demikian, pembaca budiman, siapakah yang menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasul?

Usamah bin Ladin ataukah para penguasa kita beserta ‘milisi’ budaya mereka?

Siapakah yang benar dan siapakah yang salah?

Siapakah orang mulia dan siapakah penjahat sebenarnya?

Kemudian…

Mana halal dan haram dalam semua persoalan ini?

Sebagai bangsa Muslim, pertanyaan tentang halal dan haram ini harus menjadi poros tempat kita semua berpegang.

Mengapa Usamah bin Ladin menjadi hero ketika memerangi Rusia, tetapi menjadi penjahat ketika memerangi Amerika?!

Wahai para penguasa kami: apakah Amerika itu tuhan kalian?!

Sungguh celaka kalian, dan celaka pula tuhan kalian itu, benar-benar celaka dia!

Para pembaca! Wahai masyarakat! Wahai umat Islam!

Yang dikehendaki bukan sekadar penyerahan Usamah bin Ladin.

Andaikata itu, tentu persoalan dan musibah ini menjadi lebih ringan.

Wahai pembaca, masyarakat, dan umat Islam! Yang dikehendaki adalah penyerahan Al-Quran, mengkufurinya dan membiarkannya tanpa pembela.

Yang dikehendaki adalah penyerahan Sunnah Rasulullah saw.

Lantas, apa yang kalian lakukan, wahai para pembaca, masyarakat, dan umat Islam?

Apa yang kalian lakukan, wahai umat Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasuulullaah?

*****

Para sekuleris di negeri kita—yang merupakan Majusinya umat Islam—menghadapi kita tanpa penalaran dan kesabaran sedikit pun, maka ketika kita berbicara tentang wala’ dan bara’, solusi Islam, pentingnya membangun kembali kekhalifahan, kesucian nama Allah swt, keagungan Al-Quran, dan kebersihan Rasul saw dari segala tuduhan mereka, kontan mereka berteriak membantah, mematahkan pena kita, dan menutup koran-koran kita.

Ya, para sekuleris itu telah mengunci peristilahan bagi kita, serta telah memberinya nilai absolut. Sebagai contoh, Anda berhak untuk berbicara tentang agama dan kitab suci secara objektif, objektif di sini berarti mencabut semua pandangan lama. Tetapi, jika Anda ingin membahas istilah “objektivitas” itu sendiri secara objektif, maka kontan Anda akan mendapat serangan sangat keras. Istilah, dalam pandangan mereka merupakan kumpulan kebenaran absolut yang tidak bisa dipilah-pilah. Mereka menolak agama menempati kedudukan sebagaimana yang telah mereka berikan kepada peristilahan mereka, sekalipun peristilahan itu seperti hal lain yang bersifat duniawi perlu dikonfrontasi. Andaikata suatu istilah cocok di bidang ilmu alam dan fisika, ia tidak mutlak cocok dalam pandangan universal yang meliputi seluruh makhluk, tujuan hidup, target yang hendak kita capai; tetapi para westernis dan sekuleris ingin agar objektivitas itu menjadi berhala sakral yang tidak boleh disentuh, dan ia otomatis berarti penyingkiran terhadap apapun yang tidak bisa diuji secara fisik. Dengan begitu, seluruh perkara gaib tersingkir dari perhitungan apapun. Bagian paling besar dan paling penting dari wujud ini disingkirkan, apakah semacam ini merupakan objektivitas?!

Objektivitas juga mengharuskan netralitas, sedangkan netralitas merupakan legenda yang tidak mungkin terjadi seperti tidak mungkinnya ada kesamaan antara dua cap jari. Manusia punya sikap, dan sikap berarti pemihakan. Netralitas—misalnya—antara kebaikan dan keburukan, kesalahan dan kebenaran, keimanan dan kekufuran, antara pencairan sikap wala dan bara hingga musnah, semua itu bukanlah sikap yang objektif dan benar, dalam peristilahan kita tidak lebih dari kemunafikan!

*****

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, umat Islam memandang musuh mereka sebagai orang-orang yang lebih tinggi dari mereka, bukan saja di bidang pekerjaan, teknologi, dan peralatan tempur, karena itu memang sangat nyata, tetapi dalam bidang pemikiran, keyakinan, dan pola perilaku. Faktor penyebabnya bukanlah kekalahan di bidang militer atau perbedaan peradaban materi, melainkan ketidakberesan iman, ketidakberesan dalam meletakkan gengsi dan harga diri.

Penyebabnya adalah kekeroposan aqidah yang menimpa umat Islam selama beberapa abad.

Karena itu, kekalahan militer menyebabkan terjadinya kekaguman. Ketika kekaguman kepada musuh mulai muncul, masuklah umat ke dalam padang kesesatan.

Aku ingin menambahkan bahwa musibah ini pertama kali menyentuh kelompok elit. Elit politik, ekonomi, budaya, dan industri. Kelompok elit yang lebih mencerminkan diri sebagai kelompok ateis bagi masyarakat manapun. Di belakang kelompok elit ini, masyarakat berjalan dengan mata setengah terpejam. Tidak pernah masyarakat membayangkan bahwa dari kelompok ini akan muncul pengkhianatan atau kelompok ini akan membawa mereka kepada kesesatan. Satu hal yang semakin memperberat kesalahan kelompok elit ini adalah bahwa kesalahan yang dilakukannya itu bukan seperti kesalahan seorang yang melakukan ijtihad, melainkan kesalahan orang yang bersekongkol dan terus nekat untuk mencapai kesalahan, sehingga ia bisa mencapainya, melalui cara yang nista, bukan lantaran kebodohan. Kengototan adalah harga yang harus dibayarkan untuk mencapai level kelompok elit yang berkuasa, dipaksakan berkuasa, atau bertahan dalam kekuasaan. Ya, aku mengakui bahwa penyakit itu berikutnya mungkin juga menjalar kepada umat, tetapi kadarnya tidak sebesar yang menimpa kelompok elit. Penyakit ini menimpa umat lantaran kebodohan, bukan karena kenistaan. Ya. Di mata umat ini ada tabir penutup. Bukan mustahil suatu saat tabir ini dicabut. Itu merupakan satu hal yang dikhawatirkan oleh kaum elit, selanjutnya oleh tuhan mereka, Amerika. Itulah rahasianya, mengapa kaum elit ini mengerahkan seluruh sarana informasi, publikasi, dan edukasi, serta menggunakan semua bentuk kekerasan untuk memerangi Islam dan mengeringkan sumber-sumbernya. Jika ada seseorang yang berhasil luput dari gurun kesesatan yang kita terjerumus ke dalamnya karena didorong oleh para elit, maka ia akan segera disambut oleh aparat keamanan, untuk disiksa oleh para perwira polisi yang pernah mendapat pelatihan penyiksaan di Barat—khususnya Amerika!—dengan menggunakan berbagai alat penyiksaan yang diimpor dari Barat—khususnya Amerika!! Belum lagi bila kita tambahkan, bahwa sebagian besar penguasa mendapatkan pelatihan dalam satu atau lain bentuk di Barat—khususnya Amerika!!!—maka sempurnalah lingkaran dan kehancuran itu, serta jelaslah faktor penyebab kekaguman itu…semua itu kekaguman yang direkayasa, kekaguman palsu.

Jiwa umat Islam sudah kalah sebelum pasukannya dikalahkan. Kemudian, kekalahan itu semakin parah setelah pasukannya dikalahkan.

Ketika imperialisme meninggalkan negeri kita, ia meninggalkan negeri kita dengan harga yang eksesif. Ia menyerahkan pemerintahan kepada kelompok elit yang diciptakannya sendiri, lima atau enam ribu orang di setiap negara. Lima atau enam ribu orang yang membawa spesifikasi seperti Aliansi Utara di Afghanistan. Ia tahu bahwa kelompok elit ini akan berperang dalam peperangan hidup mati untuk mempertahankan komposisi kelompok elit ini sebagaimana adanya. Penguasa berganti…tidaklah penting. Departemen berubah…tidaklah penting. Terjadi revolusi…juga tidak penting. Ini hanya ibarat permainan musik yang dimainkan oleh beberapa orang yang sama, sementara seluruh umat bergerak dan bergoyang. Apa yang terjadi pada bidang kekuasaan juga terjadi di bidang ekonomi, budaya, dan militer. Barangkali juga terjadi pada beberapa ulama formal.

Jiwa kita telah kalah.

Kita telah patah.

Apa yang tidak berhasil diwujudkan oleh imperialisme dan pasukan salibis, justru berhasil diwujudkan oleh aparat pemerintahan nasional kita.

Kita kalah lantaran faktor dari dalam diri kita. Kemudian kekalahan-kekalahan internal itu bersatu dengan kekalahan-kekalahan eksternal, lantas kita pun sangat jauh dari sumber-sumber mata air kita—yang belum dan tidak akan pernah kering, sekalipun ada upaya untuk mengaburkannya—sehingga kita melupakan wala’ dan bara’. Kita lupa bahwa seharusnya loyalitas hanya kita berikan kepada Allah, bukan kepada negara, suku bangsa, raja, atau presiden. Kita lupa bahwa bara’ kita seharusnya kita terapkan terhadap musuh-musuh Allah.

Kita telah memberikan loyalitas kepada musuh-musuh kita. Kita belum menjadi orang-orang yang telah disifati oleh Allah bahwa mereka itu bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang antara sesama mereka. Sebaliknya, kita justru tunduk kepada orang-orang kafir, namun terhadap sesama kita, kita bersikap bengis dan sadis.

Kita terpecah menjadi banyak kelompok, partai, dan negara. Loyalitas kita terbelah, sebagian ke Timur sebagian ke Barat, sebagian kepada ini sebagian kepada itu.

Kita telah menerapkan bara’ kita terhadap sesama kita dan saudara-saudara kita.

Yang satu menganggap Mesir yang harus diutamakan, yang lain Irak, yang lain Kuwait, dan yang lain Syam.

Di lorong kesesatan yang gelap gulita, kita tidak lagi menyadari bahwa sebenarnya kita semua sedang berada di barisan paling belakang, sementara Amerika dan Israel, juga Barat, berada di barisan paling depan.

Kita tidak sadar, bahwa kelompok elit intelektual menyimpang yang telah disusupkan oleh penguasa di tengah-tengah umat itu kadang-kadang menampakkan secara frontal tindakan mereka menggoyang-goyang keyakinan kita, di mana secara lahir mereka menuntut adanya liberalisme pemikiran, padahal yang mereka maksud tidak lain adalah liberalisme kekafiran…liberalisme keyakinan, padahal yang dimaksudkan adalah liberalisme atheisme. Mereka pun mengkufuri Allah seraya mengimani Barat, sebagaimana yang diinginkan oleh setan untuk mereka. Hanya saja, mereka menyadari bahwa sekalipun berbagai upaya telah mereka lakukan, mereka tidak bisa mengubah apapun pada umat ini selain bagian luar saja yang tidak mungkin bisa bertahan menghadapi upaya penyingkapan. Karena itu, mereka membuat undang-undang yang tidak pernah dikuatkan oleh argumen apapun yang diturunkan oleh Allah. Sebab, ketika mereka menuntut liberalisme keyakinan, di mana di tengah umat Islam tidak ada maksud mereka selain kebebasan keluar dari Islam, mereka membuat undang-undang yang mengharamkan umat Islam menuduh orang-orang yang keluar dari Islam sebagai orang-orang kafir. Pada saat yang sama, mereka memberikan anugerah besar kepada orang-orang yang keluar dari Islam itu.

Persis, seperti perilaku Amerika yang mengharamkan kita untuk menuduh para anteknya sebagai antek, persis pula sebagaimana ia memberikan banyak kepada mereka.

Keluar dari Islam sudah menjadi sesuatu yang mubah, boleh-boleh saja.

Mengkafirkan menjadi sesuatu yang sama sekali terlarang.

Sekalipun Kitabullah, Al-Quranul Karim di dunia ini merupakan kitab yang paling banyak berbicara tentang pengkafiran!!

Dari sini, kita maju ke samudera kesesatan.

*****

Gurun kesesatan ini sangat luas, jauh lebih luas dari apa yang dibayangkan oleh kebanyakan manusia. Nyaris tidak ada satu aspek kehidupan umat Islam yang tidak terpengaruh oleh kesesatan ini. Seakan-akan, selama setengah abad atau lebih ini, umat Islam telah berubah menjadi umat lain yang berbeda dengan umat Islam sebelumnya. Berubah segala-galanya. Persepsinya, pemikirannya, perasaannya, dan pola perilakunya…di bidang politik, ekonomi, sosial, moral, pemikiran, etika, dan seni…dalam segala hal! Umat ini—tentu saja—merasakan perubahan ini. Perbedaan antara keadaan mereka dahulu dengan keadaan yang terjadi selama masa yang pendek ini sangatlah tajam. Tetapi, yang menjadi bencana adalah bahwa umat Islam—selama berada di gurun kesesatan ini—menyangka bahwa ia sedang berubah kepada keadaan yang lebih baik. Ia melihat kepada dirinya ketika melepaskan agama, tradisi, warisan, dan persepsi lamanya bahwa ia sekarang sedang memulai langkah pertamanya menuju jalan lurus!

*****

Terombang-ambing di dalam pelukan musuh adalah mungkin, menyerahkan tanah air kepadanya juga mungkin, menyepakati perdamaian hina dan membayar upeti kepada musuh pun mungkin, semua ini mungkin untuk dilakukan, kecuali satu hal, yaitu kembali kepada Islam yang benar, yang terbebas dari kecintaan kepada kekuasaan dan perbudakan dunia serta yang memerintahkan untuk berpegang pada tali Allah saja dan tidak berpecah-belah. Apa pun mungkin untuk dilakukan—dalam kebiasaan mereka—, kecuali satu hal ini.

*****

Aku berkelana dengan perasaan berat dan cemas terhadap tragedi ini, mencari-cari rahasia yang menyebabkan kita terjatuh, pertama ke dalam kesalahan kita sebagai umat Islam, kedua ke dalam konspirasi ini, kemudian ke dalam perangkap kelompok kecil penjahat yang ditinggalkan oleh Imperialisme Salibis yang menguasai, lantas mengotori kehidupan kita…orang-orang yang telah rukuk di hadapan peradaban Barat, menyerah kepadanya seraya tidak mempercayai diri mereka sendiri, umat mereka, dan Allah…namun mereka tidak cukup berani untuk membuka apa yang tersimpan di hati mereka, sehingga mereka menyembunyikan kekufuran seraya menampakkan keimanan. Mereka menyangka bahwa mereka itu telah melejit mendahului zamannya, mengalahkan sahabat-sahabatnya, sehingga berhasil menemukan sebagaimana yang ditemukan oleh Barat bahwa sesungguhnya semua agama tidak lebih dari dongengan yang seyogyanya—agar kita meraih kemajuan—ditinggalkan, lantas mereka pun mencampakkan agama kita seperti mencampakkan berbagai khurafat dan dongengan.

Ya ilahi!

Di seluruh Dunia Arab, tidak dibolehkan adanya kebebasan untuk membentuk sebuah partai Islam.

Di sebagian besar Dunia Arab, keadaan Islam, jika tidak terisolasi maka terpenjara.

Di hampir seluruh Dunia Arab, tentara dan polisi berdiri di barisan musuh untuk memerangi umat, bersama setan untuk menentang Allah, dan bersama kaum Salibis dan Yahudi untuk melawan umat Muhammad saw.

Mengapa mereka tidak menyadari bahwa setanlah sebenarnya yang terus menggerakkan mereka dan bahwa mereka sedang memerangi Allah?

Mengapa mereka tidak mengatakan: “Tidak!” agar setelah mengucapkannya mereka bisa meraih karunia mati syahid?

Lalu, apa yang mereka peroleh? Apa keuntungan yang mereka raih?

Kebanyakan mereka rugi dunia akhirat.

Mengapa semua orang tidak mengambil pelajaran?

Mengapa mereka tidak menyadari bahwa kita sedang berjalan di atas jalan setan dan bahwa Allah sekali-kali tidak akan memberkati pekerjaan yang batas-batasnya telah digariskan oleh setan?

Bahkan, para orang kaya baru itu, tidak menyadari kecuali setelah kehancuran, bahwa ketika mereka menyimpan emas, sebenarnya mereka sama sekali tidak sedang menyimpannya untuk diri sendiri. Di Bursa Serigala dan Tatanan Dunia Baru, yang akan mewarisi mereka adalah orang-orang Salibis dan Yahudi yang ada dalam Imperium Setan. Tidak akan tersisa emas bagi mereka kecuali cairan panasnya yang menyiram jasad mereka pada Hari Kiamat di neraka.

Mengapa mereka tidak menyadari bahwa ketika kita telah meninggalkan jalan Allah, maka tidak ada lagi di hadapan kita selain jalan setan?

Mengapa mereka tidak ingat bahwa Allah telah mengambil janji dari kita untuk tidak beribadah kepada setan? Namun kita justru beribadah kepada setan.

Mengapa?

Mengapa kita tidak sadar bahwa di setiap negara Islam mereka sedang mereproduksi Kamal Ataturk, Karzai, Dustum, Perves, dan Karazi.

Bagaimana contoh-contoh ini tidak menimbulkan kekhawatiran dan kengerian pada diri kita, serta tidak mengobarkan penentangan di dalam diri kita?

Bagaimana kita tidur lelap dan membiarkan mereka mabuk dengan kemenangan, mereproduksi ribuan dan ribuan lagi para pengkhianat dan munafik, di antara mereka adalah para raja, presiden, amir, panglima perang, polisi, pimpinan redaksi, penulis besar, dan penanggung jawab media informasi, bahkan juga ada sebagian syaikh.

*****

Para penguasa sudah terlalu jauh memisahkan umat ini dari pembentukan kepemimpinan apapun yang bisa menggerakkannya.

Perhatikanlah negara-negara dunia Islam, semuanya telah berhasil merusak dan menguburkan kepemimpinan dalam apapun yang mungkin dibentuk.

Perhatikanlah negara-negara dunia Islam, seluruhnya, niscaya Anda akan mendapati seorang tokoh utama, tanpa ada tokoh kedua.

Suatu bangsa tanpa kepemimpinan—seperti tubuh tanpa kepala—tidak mampu bergerak dan berbuat apa-apa.

*****

Penyusupan setan ke kalangan para pemuda, budaya, dan wanita. Ini merupakan penyusupan yang akan memberikan dampaknya dalam jangka menengah dan jangka panjang. Adapun dalam jangka pendek, maka penyusupan dalam sistem yang berkuasa akan memainkan fungsinya. Penyusupan dalam sistem ini juga akan mengukuhkan Ekuilibrium Setan yang akan membelenggu umat dan menggagalkan semua upayanya untuk menyelamatkan diri. Jadi, ada ekuilibrium destruktif yang berada di antara 3 ujung. Yang pertama adalah ujung peradaban Barat dengan segala kesombongannya dan peninggalannya sebagai peradaban yang paling banyak melakukan kejahatan dalam sejarah. Yang kedua adalah para penguasa taghut dan antek musuh dalam memerintah bangsa kita. Yang ketiga adalah umat yang tak berdaya dan menolak, yang para pemudanya, wanitanya, dan budayanya telah dirusak, tetapi masih melakukan perlawanan. Musuh-musuh kita telah membentuk ekuilibrium antara ketiga ujung keseimbangan ini untuk menjaga kondisi seperti sekarang agar bertahan hingga selamanya, hingga berakhirnya sejarah. Keseimbangan ini bisa lestari selama tidak ada faktor baru yang masuk ke dalam salah satu pihak tersebut yang bisa merusak keseimbangannya dan menjatuhkannya.

Sesungguhnya, umat yang tertindas, terkekang, tertawan, tersiksa, dan kehabisan tenaga ini telah menjadi tak berdaya untuk berbuat banyak.

Adapun para penguasa, aku katakan bukan tidak mampu, tetapi aku katakan tidak memiliki kemauan untuk mengubah komposisi ketiga ujung keseimbangan, karena keberlangsungannya akan menjaga keberlangsungan mereka dan kestabilannya juga menjamin kestabilan mereka.

Adapun musuh-musuh kita, merekalah yang menciptakan keseimbangan ini, maka mereka sangat berkeinginan pada kelestariannya.

Keberlanjutan keseimbangan pada ekuilibrium ini, merupakan bencana bagi umat, karena ia akan menjamin berlanjutnya kemenangan musuh dan kekalahan kita, serta menjamin keberlanjutan kekuasaan para penguasa taghut.

Tetapi, persoalan ini lebih dari sekadar bencana.

Ya, lebih dari sekadar bencana.

Sebab, musuh-musuh kita tidak puas dengan ekuilibrium Jahannam itu. Mereka tak henti-hentinya melakukan upaya demi upaya untuk mengguncang ujung ketiga dari perimbangan ini, yaitu ujung umat Islam. Mulai dari sarana-sarana merusak yang telah kita bicarakan hingga politik pengeringan sumber-sumber agama, pengabaian agama, penangkapan, penyiksaan, penyebaran kerusakan melalui aparatur negara yang resmi, pengaburan kurikulum pelajaran, khususnya di pesantren-pesantren atau penutupan pesantren-pesantren yang telah menjadi target resmi Amerika. Siapa yang tidak mengindahkannya, maka akan dibombardirnya dengan pesawat dan rudal. Kemudian penutupan seluruh saluran (demokrasi!!) dengan manipulasi pemilu di bawah dukungan dan sikap membisu Barat. Ya, mereka terus berupaya untuk menghabisi ujung ketiga dari ekuilibrium ini.

Ujung pertama aman.

Ujung kedua dalam perlindungan pihak pertama.

Adapun ujung ketiga terisolasi dan tersudutkan. Ia terancam punah, bukan sebagai wujud ragawi, tetapi sebagai wujud kejiwaan. Dan setelah kepunahannya, maka ekuilibrium akan berakhir dan berakhirlah sejarah.

Jadi, keberlangsungannya merupakan bahaya bagi kita.

Harus ada faktor baru yang masuk mengguncang kemapanan perimbangan setan ini, untuk kemudian membalikkannya.

Aku tidak melihat di cakrawala ini ada sesuatu yang bisa mematahkan perimbangan ini selain diproklamasikannya kekhalifahan, kekhalifahan yang akan menghadapi kegigihan para penguasa dalam upayanya memecah-belah umat Islam menjadi beberapa negara seperti kegigihan anak-anak mempertahankan boneka mainannya.

*****

Jika kita tidak tergerak oleh pembantaian di Palestina, maka tragedi apa lagi yang kelak bisa menggerakkan hati kita?!

Jika kita tidak tergerak oleh pembantaian di Afghanistan, maka tragedi apa lagi yang kelak bisa menggerakkan hati kita?!

Jika kita tidak tergerak oleh pembantaian yang telah terjadi—dan segera akan terjadi lagi—di Irak, maka peristiwa apa lagi yang akan bisa menggerakkan hati kita?!

Peradaban Islam adalah peradaban paling tinggi, mulia, dan luhur, yang tidak bisa dibandingkan dengan Peradaban Setan yang terus menimpakan siksaan kejam terhadap seluruh dunia, membangunkannya, menebarkan kejahatannya, dan menyebarkan kerusakannya. Siapa yang sebelum ini meragukan hal itu, maka Amerika Serikat sendiri yang akan menghilangkan keraguan itu melalui perilakunya.

Aku katakan itu, sementara aku dari dulu telah meyakininya, tetapi keyakinanku mengenai hal itu saat ini lebih kuat daripada keyakinanku di masa lalu:

Kita adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia, aku tidak mengatakan kita di sini orang Arab, atau orang Timur Tengah, tetapi kita umat Islam yang memiliki keimanan kepada hal-hal gaib dan kepada Allah.

Kita adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.

Maka, hendaklah kita menempatkan diri pada posisi kita dalam sejarah, untuk mencegah keberakhiran dan penyimpangannya.

Tidak ada jalan yang membentang di hadapan kita, selain persatuan umat Islam di bawah panji-panji kekhalifahan, yang substansinya merupakan: agama secara keseluruhan.

Ya, mainstream Islam satu-satunya yang layak mendapat penghormatan, sementara yang lain hanyalah wajah-wajah palsu, di mana semua polesan wajahnya yang menyuguhkan kepalsuan bukan informasi, ketidakbermoralan bukan kebebasan, serta kebohongan bukan kemajuan, itu sudah berguguran. Ada catatan yang perlu ditegaskan di sini bahwa kita bukan anti reformasi, kebebasan, dan kemajuan, tetapi kita anti kepada kepalsuan yang ada pada istilah-istilah tersebut. Kita juga menegaskan bahwa kita bisa mengusung prinsip-prinsip tersebut di bawah payung Islam, bukan di bawah payung Barat. Kita memiliki peradaban berbeda, pemikiran berbeda, tujuan hidup berbeda, yang dalam penilaian kita ia lebih berharga daripada sekadar kesenangan, kekuatan, dan kekayaan. Di samping itu kita berada di atas kebenaran. Dalam kerangka Islami ini, semua bisa ditawarkan, tetapi dengan syarat, ia bukan konspirasi untuk menghancurkan kerangka Islami ini.

Andaikata demokrasi menolak sistem Islami, dan Islam menolak sistem demokrasi, manakah di antara keduanya yang kita ikuti?

Apa yang kita alami hari ini lebih buruk dan lebih berbahaya daripada sekadar konspirasi. Karena, suatu konspirasi, meski bagaimanapun tingkat kerahasian dan bahayanya, bisa diungkap secara keseluruhan suatu hari kelak, bisa diungkap siapa saja yang terlibat di dalamnya, bahkan bisa dilawan. Tetapi yang lebih berbahaya daripada konspirasi adalah kondisi tidak adanya keinginan—aku katakan, bukan kemampuan—untuk melawan konspirasi. Dan yang lebih berbahaya dari semuanya adalah kondisi kemunduran umum di seluruh bidang kehidupan kita. Kemunduran yang bisa jadi konspirasi ikut berperan memainkannya, tetapi yang lebih bahaya adalah bahwa konspirasi ini telah memperoleh kekuatan pertahanan otomatis yang menjadikannya mampu menghancurkan dan menghadang kekuatan umat, negara, bangsa, dan pemerintahan dengan kekuatan-kekauatannya yang tersembunyi tanpa memerlukan adanya konspirasi-konspirasi baru.

Sebuah kerangka menakutkan.

Kerangka hilangnya hubungan antara ucapan dengan perbuatan.

Kerangka penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal.

Kerangka rasa malu terhadap apa saja yang seharusnya kita banggakan dan berbangga terhadap apa yang seharusnya membuat kita malu.

Kerangka yang bukan saja mempertontonkan perbuatan keji dan munkar, tetapi membanggakan perbuatan keji dan munkar itu serta mempersalahkan siapa yang tidak mau melakukannya.

Kerangka yang menjadikan pelaksanaan shalat jamaah di sebagian negara kita bisa dijadikan alasan untuk memecat seseorang dari pekerjaannya, sedangkan di negara lain bahkan menjadi alasan untuk penangkapan dan penyiksaan seseorang sampai mati.

Kerangka yang di dalamnya manusia—sebagian manusia—berupaya menggigit kuat-kuat dan memegang erat seperti sedang memegang bara api, di mana para pemimpin membunuh dan menyiksa mereka, karena mereka mengatakan Rabb kami adalah Allah.

Kerangka yang menjadikan kita melihat beberapa model pengkhianatan dan dosa yang tidak pernah dikenal sepanjang sejarah sebelum kita.

Inilah keadaan terakhir, dan itulah kerangka yang sedang membungkus diri kita.

*****

Islam adalah pengikat dan pelindung kita, jihad merupakan puncak ajarannya dan kekhalifahan merupakan sarananya.

Islam adalah pengikat dan sumber kemuliaan umat. Jika umat meninggalkan Islam, maka ia pasti bercerai-berai dan terhina. Umat ini tercerai-berai, kita telah bercerai-berai, di mana semula kita adalah umat Islam, tanpa ada perbedaan antara salah seorang dari kita dengan saudaranya kecuali dengan takwa: menjadi umat Islam Arab dan umat Islam non-Arab, dari umat Islam yang menganggap seluruh wilayah Islam sebagai negaranya, menjadi umat Islam Mesir, Syam, Irak, Hijaz, dan sebagainya.

*****

Andaikata kita rela menerima tempat di dasar terendah di dasar dunia ini, tentu kita akan kembali kelak ke dasar terendah di neraka.

Kita tidak memiliki jalan selain menghilangkan keterasingan Islam dari diri kita, sehingga ia menjadi satu-satunya rujukan dan tujuan kita.

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia, hendaklah ia mengikuti Islam.

Siapa yang ingin kebahagiaan akhirat, hendaklah mengikuti Islam.

Dan siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat dan dunia, hendaklah mengikuti Islam.

Islam, yang pada hari ini tidak bisa bertahan dari serangan musuh-musuhnya kecuali dengan proklamasi kekhalifahan, agar tercipta keadilan yang dibawa oleh Al-Quranul Karim dan yang menuntut umat Islam agar memerangi orang-orang kafir secara keseluruhan, dikarenakan sebab sederhana, yaitu bahwa orang-orang kafir itu memerangi mereka secara keseluruhan.

*****

Kita tidak akan memaksa mereka untuk beriman, tetapi mereka memaksa kita untuk kafir.

Leave a comment